Setia Melayani di Tempat yang Sulit

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 2-3.

“dan dari Sostenes, saudara kita.” Sostenes mungkin adalah salah seorang pemimpin sinagoge di Korintus, seorang percaya dari kebangsaan Yahudi. Sama seperti rasul-rasul yang lain, Paulus tidak berniat mendirikan Gereja Perjanjian Baru yang sama sekali terputus dari ibadah orang-orang Yahudi. Sekalipun pelayanan Paulus, seperti juga Tuhan Yesus, bersifat revolusioner atau mempunyai semangat yang mendobrak, ia tetap melayani di sinagoge – memperjuangkan doktrin yang benar di gereja lama dan tidak menganggap bahwa gereja yang lama sebagai tempat yang berdosa sehingga perlu mendirikan gereja yang baru.

Demikian juga halnya Martin Luther, ia sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk mendirikan gereja yang baru, apalagi Gereja Lutheran! Ia sendiri berpikir bahwa namanya tidak patut untuk digunakan, dan akhirnya menggunakan nama gereja evangelisch karena inti perjuangannya adalah berita Injil. Meskipun pada awalnya Luther sendiri tidak ingin mendirikan gerejanya sendiri, namun akhirnya Tuhan memimpinnya untuk mendirikan gereja baru. Pemisahan dari Gereja Katolik Roma terjadi karena gereja pada saat itu tidak bersedia untuk dikoreksi.

Apakah kita mempunyai semangat yang sama? Ataukah kita segera mencari komunitas yang baru begitu ada kesulitan? Tidak pernah adakah gereja di mana kita bisa menetap dan terlibat di dalamnya dengan segala kelebihan maupun kelemahannya? Kita perlu belajar dan meneladani hamba-hamba Tuhan ini, yang bersedia untuk menggumulkan kesulitan dari jemaat yang mereka layani.

Panggilan dan Kekuatan Pelayanan dari Allah

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 2.

“Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus…” (1 Kor. 1:1). Paulus memulai suratnya ini dengan menegaskan panggilan kerasulannya. Ini merupakan prinsip yang penting: panggilan pelayanan kita berasal dari Tuhan dan inilah yang sebenarnya memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam pelayanan. Tidak ada pelayanan yang tanpa kesulitan. Pelayanan yang disertai Tuhan pun pasti memiliki banyak kesulitan, baik dari setan, orang lain, bahkan dari diri sendiri. Demikian juga halnya dengan Paulus, dia mengalami kesulitan karena sebagian jemaat Korintus mempertanyakan kerasulannya; mereka tidak percaya bahwa dia adalah seorang rasul sejati. Namun, walaupun tidak dipercaya, Paulus tetap setia melayani jemaat  yang seperti itu. Dari mana Paulus memperoleh kekuatan ini? Kekuatan ini datang dari kejelasan dan keyakinan bahwa ia dipanggil oleh kehendak Allah, karena Allah yang telah menempatkan dia dalam posisi itu; bukan karena beban yang muncul dari dirinya sendiri atau karena ambisi pribadi. Jadi walaupun berat, Paulus tetap menyatakan diri sebagai pelayan Tuhan yang setia. Saat kita sadar bahwa pelayanan yang kita kerjakan adalah pelayanan yang berasal dari kehendak Tuhan, kita akan diberi kekuatan oleh Tuhan untuk melayani dengan setia.

Kerinduan Terdalam Hati Manusia

Kutipan oleh John Piper dari buku ‘Melihat dan Menikmati Yesus Kristus’ (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 4-5.

Kerinduan terdalam hati manusia adalah untuk mengenal dan menikmati kemuliaan Allah. Kita diciptakan untuk ini. “Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung  bumi… yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku,” sabda Tuhan (Yesaya 43:6-7). Untuk melihatnya, untuk menikmatinya, dan untuk menyatakannya – untuk itulah kita eksis. Rentang alam semesta yang tidak tertelusuri dan terpikirkan merupakan perumpamaan mengenai ‘kekayaan kemuliaan-Nya’ yang tidak pernah habis (Roma 9:23). Mata fisik dimaksudkan untuk berkata kepada mata rohani, “Bukan alam ini, melainkan Pencipta alam ini, yang adalah Kerinduan jiwamu.” Rasul Paulus berkata, “Kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Atau bahkan lebih tepatnya, ia berkata bahwa kita sedang “dipersiapkan untuk kemuliaan” (Roma 9:23). Karena inilah kita diciptakan – sehingga Ia “menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya” (Roma 9:23).

Kerinduan di dalam hati setiap manusia adalah kerinduan untuk ini. Tetapi kita menekannya dan merasa menyertakan Allah di dalam pengetahuan kita adalah hal yang tidak tepat (Roma 1:28). Karena itu seluruh ciptaan sudah jatuh ke dalam kekacauan. Contoh yang paling menonjol mengenai hal ini di Alkitab adalah kekacauan di dalam kehidupan seksual kita. Paulus berkata bahwa menukar kemuliaan Allah untuk hal lain adalah akar penyebab kekacauan homoseksual (dan heteroseksual) dari hubungan kita. “Isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam birahi merkea seorang terhadap yang lain” (Roma 1:26-27). Jika kita menukar kemuliaan Allah untuk hal yang lebih rendah, Ia akan membiarkan kita menghidupi sendiri perumpamaan kebobrokan manusia itu – pertukaran-pertukaran lain yang mencerminkan, di dalam penderitaan kita, kebangkrutan ultimat.

Maksudnya adalah ini: Kita diciptakan untuk mengetahui kemuliaan Allah dan menjadikannya harta kita di atas segalanya; dan ketika kita menukar harta itu dengan berhala, segala sesuatu menjadi kacau. Matahari kemuliaan Allah diciptakan untuk bersinar di tengah tata surya jiwa kita. Dan ketika itu terjadi, semua planet di dalam kehidupan kita berada di orbit yang seharusnya. Tetapi ketika matahari itu diganti, segala sesuatu menjadi terpencar. Kesembuhan jiwa dimulai dengan mengembalikan kemuliaan Allah ke tempatnya yang berkobar-kobar dan maha memesona di pusat kehidupan kita.

Kita semua lapar akan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan diri. Tidak seorang pun pergi ke Grand Canyon untuk meningkatkan harga diri. Mengapa kita pergi? Karena ada kesembuhan yang lebih besar bagi jiwa di dalam melihat keagungan daripada di dalam melihat diri. Dan kalau boleh dikatakan, apa yang lebih menggelikan di dalam alam semesta yang luas dan megah ini daripada seorang manusia, di atas debu bernama bumi ini, yang berdiri di depan cermin dan mencoba mencari signifikansi di dalam citra dirinya sendiri? Sungguh sangat menyedihkan bahwa inilah injil dunia modern.

Kuasa Kristus yang Berkemah di Atas Paulus

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 54.

Tiga kali Paulus memohon kepada Allah untuk mengangkat duri ini dari tubuhnya, tetapi jawaban Allah adalah, ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna’ [2 Kor. 12:9]. Paulus kemudian mengucapkan kata-kata yang luar biasa ini ‘Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.’ Karena kata yang diterjemahkan sebagai ‘menaungi’ adalah episkenose, yang diturunkan dari kata Yunani untuk kemah (skene), maka apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Paulus adalah, ‘sehingga kuasa Kristus dapat mendirikan kemahnya di atasku.’ Paulus telah mengalami kuasa ilahi luar biasa, yang dinyatakan bukan dalam bentuk kesembuhan dari penyakitnya, melainkan keteguhan di dalam menghadapi penderitaan. Paulus membuat kita tercengang ketika dia mengatakan bahwa dengan terus menanggung duri yang ia mohonkan kepada Allah untuk diangkat darinya ini, kuasa Kristus sekarang menaungi dirinya secara permanen. Dan Paulus menyimpulkan, ‘Sebab jika aku lemah, maka aku kuat’ (ay. 10). Maka di sini kita melihat kuasa Allah yang dimanifestasikan bukan di dalam bentuk penyembuhan dari penderitaan fisik, melainkan di dalam kemampuan untuk hidup di dalam penderitaan itu untuk memuliakan nama Allah. Aspek kuasa Allah inilah yang tidak boleh luput dari pandangan kita.

Apakah Tuhan Pasti Menyembuhkan Orang Beriman?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 51-2.

[K]ita tidak dapat mengharapkan kesembuhan fisik pasti terjadi setiap kali kita berdoa bagi orang sakit. Hal ini bahkan benar di zaman Perjanjian Baru sendiri. Rasul Paulus mampu menjalankan pelayanan penyembuhan, tetapi bahkan dia pun tidak dapat atau tidak menyembuhkan setiap penyakit yang dijumpainya. kepada Timotius dia menulis, ‘Trofimus kutinggalkan dalam keadaan sakit di Miletus’ (2 Tim. 4:20). Kepada jemaat di Filipi, Paulus menuliskan mengenai sakit yang hampir merenggut jiwa yang tidak dapat dicegahnya, yaitu sakit yang diderita Epafroditus, yang ‘sakit dan nyaris mati’ (Flp. 2:27). Dan Paulus sendiri hiudp dengan ‘duri dalam daging’ yang menyiksanya (sangat mungkin merupakan sakit fisik); berulang kali dia memohon kepada Tuhan agar duri ini disingkirkan darinya, tetapi tidak dikabulkan (2 Kor. 12:7-10). Oleh karena itu, ketika kita berdoa bagi kesembuhan dari sakit fisik, kita harus ingat bahwa adalah mungkin Allah tidak mengabulkan permintaan itu. Terkadang, seperti kasus duri dalam daging Paulus, Allah berkehendak menggunakan suatu penyakit atau cacat untuk memperkaya kehidupan rohani orang itu (lih. Rm. 5:3; Ibr. 12:4-11). Orang yang memikirkan Joni Eareckson Tada yang, walaupun lumpuh, telah dipakai secara luar biasa oleh Allah dalam pelayanan kasih bagi ribuan orang cacat.