Apakah Tuhan Tidak Berkenan Menyembuhkan Orang yang Kurang Beriman?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 52.

Ketika orang yang telah didoakan tidak sembuhkan secara fisik, kita tidak pernah boleh berkata, ‘Dia tidak cukup beriman.’ Pernyataan seperti ini adalah kejam dan menghakimi; ini merupakan upaya untuk mengetahui hati orang lain – suatu hal yang hanya dapat dilakukan Allah. Lagi pula, pernyataan seperti ini mungkin sama sekali keliru. Sudah pasti orang tidak dapat berkata bahwa alasan tidak dilenyapkannya duri dalam daging Paulus adalah karena dia tidak beriman. Iman sejati selalu siap untuk tunduk kepada kehendak Allah, dan dalam hal tertentu mungkin Allah tidak berkehendak untuk menyembuhkan. Sebagai ilustrasi, perhatikan surat Profesor Carl A. Clark, yang dimuat di majalah Christianity Today, berikut ini: ‘Tahun ini saya merayakan peringatan ke-60 dari kecelakaan yang menyebabkan saya lumpuh di seluruh bagian bawah tubuh saya. Tetapi saya telah melayani Tuhan sebagai pendeta, administrator denominasional, dan profesor di seminari teologi. Saya tidak perlu disembuhkan untuk dapat merasakan kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Saya tidak pernah mengetahui orang Kristen yang sakit atau terluka parah yang tidak berdoa bagi penyembuhannya. Apakah Wimber [John Wimber, yang ditampilkan di edisi sebelumnya dari majalah ini] mengatakan bahwa saya dan ratusan orang lain yang mendoakan kesembuhan saya tidak memiliki ‘cukup’ iman?’

Apakah Tuhan Pasti Menyembuhkan Orang Beriman?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 51-2.

[K]ita tidak dapat mengharapkan kesembuhan fisik pasti terjadi setiap kali kita berdoa bagi orang sakit. Hal ini bahkan benar di zaman Perjanjian Baru sendiri. Rasul Paulus mampu menjalankan pelayanan penyembuhan, tetapi bahkan dia pun tidak dapat atau tidak menyembuhkan setiap penyakit yang dijumpainya. kepada Timotius dia menulis, ‘Trofimus kutinggalkan dalam keadaan sakit di Miletus’ (2 Tim. 4:20). Kepada jemaat di Filipi, Paulus menuliskan mengenai sakit yang hampir merenggut jiwa yang tidak dapat dicegahnya, yaitu sakit yang diderita Epafroditus, yang ‘sakit dan nyaris mati’ (Flp. 2:27). Dan Paulus sendiri hiudp dengan ‘duri dalam daging’ yang menyiksanya (sangat mungkin merupakan sakit fisik); berulang kali dia memohon kepada Tuhan agar duri ini disingkirkan darinya, tetapi tidak dikabulkan (2 Kor. 12:7-10). Oleh karena itu, ketika kita berdoa bagi kesembuhan dari sakit fisik, kita harus ingat bahwa adalah mungkin Allah tidak mengabulkan permintaan itu. Terkadang, seperti kasus duri dalam daging Paulus, Allah berkehendak menggunakan suatu penyakit atau cacat untuk memperkaya kehidupan rohani orang itu (lih. Rm. 5:3; Ibr. 12:4-11). Orang yang memikirkan Joni Eareckson Tada yang, walaupun lumpuh, telah dipakai secara luar biasa oleh Allah dalam pelayanan kasih bagi ribuan orang cacat.