Kita Mengasihi karena Yesus Mengasihi Kita

Kutipan oleh Phil Ryken yang diambil dari buku “Mengasihi seperti Yesus Mengasihi” (Surabaya: Momentum, 2016) halaman 9.

Namun saya tahu bahwa di dalam Injil ada pengharapan bagi orang-orang berdosa yang tidak memiliki kasih. Salah satu tempat yang baik untuk melihat pengharapan ini terdapat dalam kisah yang Markus ceritakan mengenai Yesus. Kapan pun kita berbicara tentang kasih, kita harus selalu kembali kepada Yesus. Kasih dalam Pasal Kasih [1 Korintus 13] sungguh merupakan kasih-Nya. Maka selama kita mempelajari setiap frasa dalam setiap ayat dalam 1 Korintus 13, ktia berulang kali akan kembali pada kisah Yesus dan kasih-Nya. Kita tidak akan pernah belajar bagaimana mengasihi dengan mengusahakannya dari hati kita sendiri. Kita hanya dapat belajar mengasihi dengan lebih memiliki Yesus dalam hidup kita. Alkitab berkata, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh. 4:19). Karena hal ini benar, maka satu-satunya cara bagi kita agar lebih mengasihi adalah dengan memiliki lebih banyak kasih Yesus, sebagaimana kita menemukan Dia di dalam Injil.

Tanpa Kasih, Pengorbanan yang Terbesar Tidak Memiliki Arti

Kutipan oleh Phil Ryken yang diambil dari buku “Mengasihi seperti Yesus Mengasihi” (Surabaya: Momentum, 2016) halaman 7.

Dalam ayat 3 Paulus berpindah dari karunia-karunia yang ktia miliki pada pekerjaan-pekerjaan baik yang kita lakukan. Di sini argumennya mencapai klimaks: “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” Kedua contoh ini luar biasa. Tidak banyak orang yang menjual seluruh harta duniawinya dan membagikan 100% hasilnya kepada orang-orang miskin. Tidak banyak orang yang mengorbankan dirinya menjadi martir untuk mati dibunuh. Inilah dua hal besar yang dapat manusia lakukan bagi Kristus. Pastilah orang-orang yang melakukannya layak memperoleh berbagai macam imbalan! Namun bahkan pekerjaan baik yang paling hebat pun dapat dilakukan tanpa kasih. Sebaliknya, hal-hal demikian bisa saja dilakukan untuk memenuhi kesombongan rohani kita atau untuk memperoleh sesuatu dari Allah. Bahkan rasa sakit yang menyeramkan dari api martir pun tidaklah cukup. Jika kita tidak digerakkan oleh kasih yang murni bagi Allah, semua hal tersebut tidaklah berguna. Hanya kasih-Nyalah yang berarti.

Tanpa Kasih, Kita Hanyalah Pemuja Berhala

Kutipan oleh Phil Ryken yang diambil dari buku “Mengasihi seperti Yesus Mengasihi” (Surabaya: Momentum, 2016) halaman 5.

Beberapa ahli percaya bahwa ketika Paulus berbicara tentang ‘gong yang berkumandang,’ [1 Korintus 13: 1] ia sedang merujuk pada guci perunggu yang berongga, yang digunakan sebagai bilik-bilik beresonansi dalam teater kuno – sistem bangsa Yunani dan Roma untuk amplifikasi suara. Maka intinya adalah tanpa kasih, kata-kata kita hanya menghasilkan “bunyi kosong yang keluar dari bejana yang berongga dan mati.” Para ahli yang lain meyakini bahwa Paulus sedang merujuk pada gong yang digunakan untuk menyembah dewa-dewa berhala, seperti dewi Kibele. Jika demikian, maka ia sedang mengatakan bahwa tanpa kasih, kita hanyalah pemuja berhala. Gambaran dalam ayat ini selalu mengingatkan saya pada The Gong Show, acara televisi pada era 1970-an di mana para peserta dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam bernyanyi atau menari. Jika para juri tidak menyukai pertunjukan tertentu, mereka akan berdiri dan memukul sebuah gong besar untuk mengakhiri pertunjukan tersebut. Gong dapat menghasilkan bunyi yang keras, tetapi tidak dapat menghasilkan musik yang indah.