Katekismus Heidelberg P11 – Kasih dan Keadilan Allah

Renungan harian

15 Februari 2021

Katekismus Heidelberg

P11 – Kasih dan Keadilan Allah

Pert. Bukankah Allah juga penyayang?

Jaw. Sungguh Allah itu penyayang (a), tetapi Dia juga adil (b). Oleh sebab itu, keadilan-Nya menuntut supaya dosa yang diperbuat terhadap Kemuliaan Allah yang Tertinggi itu dihukum dengan hukuman yang tertinggi juga, yaitu hukuman yang kekal atas tubuh dan jiwa.

(a) Kel 34:6. (b) Nah 1:2-3.

Banyak orang Kristen sulit menerima ketika dikatakan bahwa Allah, yang adalah kasih, menyatakan hukuman kepada semua manusia berdosa. Alkitab di sisi lain juga menyatakan bahwa Allah itu adil. Kasih dan keadilan-Nya itu tidak bertentangan. Allah mencintai keadilan. Kasih-Nya bukanlah kasih tanpa keadilan. Kasih-Nya tidak meniadakan keadilan. Allah mengasihi diri-Nya sendiri lebih daripada manusia. Ia tidak mau kesucian-Nya dipermainkan oleh manusia berdosa.

Di dalam keadilan-Nya, Allah menghukum manusia berdosa. Hukuman yang diberikan-Nya adalah hukuman kekal karena manusia melakukan perlawanan terhadap Allah, otoritas yang tertinggi di surga maupun bumi. Jadi hukuman kekal itu sepenuhnya adil, tidak berlebihan. Hukuman itu diberikan bukan hanya berdasarkan ‘apa’ pelanggaran manusia tetapi juga berdasarkan terhadap ‘siapa’ pelanggaran itu dilakukan.

Katekismus Heidelberg P10 – Murka Allah atas Keberdosaan Manusia

Renungan harian

8 Februari 2021

Katekismus Heidelberg

P10 – Murka Allah atas Keberdosaan Manusia

Pert. Apakah Allah hendak membiarkan ketidaktaatan dan kemurtadan semacam itu tanpa hukuman?

Jaw. Tidak. Sebaliknya, Dia sangat murka (a), baik atas dosa turunan maupun atas dosa yang kita perbuat sendiri. Dia hendak menghukumnya dengan hukuman yang adil, baik di dunia ini maupun di akhirat (b), sebagaimana Dia telah berfirman, ‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat’ (Gal 3:10).

(a) Rom 1:18. (b) Maz 50:21.

Allah yang adil harus menghukum manusia yang berdosa. Jika tidak demikian, maka Ia tidak adil. Manusia dituntut untuk menaati semua hukum Allah. Jika tidak, maka manusia harus dihukum. Allah memberikan hukum Taurat kepada bangsa Israel dan hukum itu menyatakan apa yang dikehendaki oleh Allah dari manusia. Hukum Taurat itu sudah dengan jelas diberikan sehingga tidak ada orang yang bisa berkata bahwa ia tidak tahu apa tuntutan Allah. Bahkan Allah memberikan jalan pengampuan bagi manusia yang melanggar yaitu melalui persembahan korban, yang pada akhirnya menunjuk kepada Kristus.

Kendati demikian, sejarah membuktikan bahwa manusia tetap memilih untuk berdosa meskipun Allah sudah memberikan jalan keluar. Manusia memilih untuk berdosa dengan sengaja dan melawan Allah. Pada akhirnya tidak ada manusia yang bisa berkata “saya dipaksa berdosa seumur hidup saya padahal sebenarnya saya tidak mau”. Semua manusia berdosa atas keinginannya sendiri di dalam kebebasan yang dimilikinya. Jadi hukuman Tuhan atas manusia berdosa itu adil adanya.

Katekismus Heidelberg P9 – Tuntutan Keadilan Allah

Renungan harian

1 Februari 2021

Katekismus Heidelberg

P9 – Tuntutan Keadilan Allah

Pert. Apakah Allah memperlakukan manusia dengan tidak adil bila menuntut dalam hukum-Nya sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan oleh manusia?

Jaw. Tidak (a), karena Allah telah menjadikan manusia sedemikian rupa, hingga ia dapat melaksanakannya (b). Tetapi oleh bisikan iblis (c) dan oleh ketidaktaatannya yang disengaja, manusia telah bertindak sedemikian, sehingga ia bersama keturunannya kehilangan karunia-karunia itu.

(a) Ayu 34:10. (b) Pengk 7:29. (c) Rom 5:12.

Bagian ini membahas tentang keadilan Allah. Setelah diciptakan, Adam memiliki kapasitas untuk memilih yang baik atau yang jahat. Ia memiliki kehendak bebas. Allah tidak menciptakan manusia sebagai robot yang mau atau tidak mau harus memilih yang baik atau yang jahat. Di dalam kedaulatan-Nya, Allah memberikan kebebasan kepada manusia meskipun pada akhirnya manusia menyalahgunakan kebebasan itu.

Tidak ada yang memaksa Adam dan Hawa untuk memakan buah itu. Mereka memang dibujuk, tetapi pilihan tetap ada di tangan mereka. Ketidaktaatan mereka itu disengaja, bukan tidak sengaja, dan mereka tahu apa konsekuensi dari pilihan mereka. Manusia jatuh ke dalam dosa sehingga manusia menjadi bebas hanya dalam keberdosaan.

Katekismus Heidelberg P8 – Kecenderungan Buruk Manusia

Renungan harian

25 Januari 2021

Katekismus Heidelberg

P8 – Kecenderungan Buruk Manusia

Pert. Tetapi, begitu rusakkah kita, sehingga kita sama sekali tidak sanggup berbuat apa pun yang baik, dan hanya cenderung pada yang jahat saja?

Jaw. Ya (a), kecuali jika kita dilahirkan kembali oleh Roh Allah (b).

(a) Kej 8:21. (b) Yoh 3:3.

Bagian ini berbicara tentang kerusakan yang dialami manusia karena dosa. Manusia berdosa sama sekali tidak sanggup membuat kebaikan apapun (yang sempurna di mata Allah) dan hanya cenderung kepada kejahatan. Namun apakah manusia masih bisa melakukan suatu hal yang relatif baik atau baik menurut manusia? Bisa. Matius 7:11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. Dalam bagian ini dikatakan bahwa orang jahat pun bisa memberikan yang baik kepada anak-anaknya. Namun kebaikan ini belum cukup baik di mata Allah dan orang itu masih disebut sebagai orang ‘jahat’.

Jadi manusia tidak memiliki harapan untuk selamat berdasarkan kebaikan yang dibuatnya sendiri, karena tidak ada satupun yang baik di mata Allah (Roma 3:12). Jadi manusia tidak mungkin menolong diri sendiri atau manusia lainnya. manusia membutuhkan pertolongan dari Pribadi yang lebih berkuasa daripada manusia. Malaikat tidak sanggup menyelamatkan manusia. Hanya Allah yang bisa.

Setelah manusia mengalami keselamatan dari Allah, ia dimampukan untuk berbuat baik (sesuai kehendak Allah). Pertolongan Roh Kudus menjadikannya manusia baru yang dipimpin untuk melakukan pekerjaan baik (Efesus 2:10). Ia tetap bisa berbuat jahat seperti manusia lainnya, namun ia tidak akan menetap dalam dosa dan ia akan dipimpin serta dimampukan untuk melakukan perbuatan baik yang diperkenan Allah.

Katekismus Heidelberg P7 – Asal Keburukan Manusia

Renungan harian

18 Januari 2021

Katekismus Heidelberg

P7 – Asal Keburukan Manusia

Pert. Jadi, dari mana asal watak manusia yang seburuk itu?

Jaw. Dari kejatuhan ke dalam dosa dan ketidaktaatan nenek moyang kita, Adam dan Hawa, di taman Firdaus (a). Di situ tabiat kita menjadi sedemikian buruk, sehingga kita semua dikandung dan dilahirkan dalam dosa (b).

(a) Kej 3:6. (b) Maz 51:7.

Bagian ini berbicara tentang asal mula sifat manusia yang buruk. Itu berasal dari dosa. Dosa itu tidak hadir dalam hidup manusia pada saat umur tertentu saja tetapi dikatakan bahwa ‘kita semua dikandung dan dilahirkan dalam dosa’.

Manusia menjadi jahat terutama bukan karena pengaruh buruk dari lingkungan atau ajaran yang salah. Semua itu bisa memperburuk watak seseorang, namun akar kejahatan dalam diri manusia itu sendiri adalah dosa.

Suatu survei atau penelitian dari orang-orang non-Kristen pernah menyatakan bahwa akar kejahatan adalah kemiskinan atau kurangnya edukasi, namun pada kenyataannya kejahatan juga terjadi di tempat-tempat yang makmur dan memiliki akses edukasi yang terjangkau.

Pada kenyataannya, anak kecil bisa berbuat jahat (dalam skala umur mereka) tanpa perlu diajarkan oleh siapapun. Manusia pada umur berapapun bisa memunculkan dan melakukan ide-ide jahat tanpa perlu ada pengarahan atau diberitahu secara khusus. Ini semua karena dosa yang ada dalam diri manusia.

Di dalam sejarah, manusia terus memikirkan cara untuk membuat hidup manusia menjadi lebih baik, tetapi tidak ada satupun yang mampu menyelesaikan masalah dosa selain karya penebusan Tuhan Yesus Kristus.