Membawa Damai Allah bagi Musuh-Musuh Kita

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 37-8.

Menjadi seorang yang membawa damai merupakan bagian dari penyerahan diri kepada Allah, karena Allah membawa damai. Kita meninggalkan usaha untuk memenuhi kebutuhan kita melalui pembinasaan musuh-musuh. Allah datang kepada kita dalam Kristus untuk berdamai dengan kita; dan kita berpartisipasi dalam anugerah Allah ketika kita pergi kepada musuh kita dan berdamai dengan mereka. Inilah sebabnya mengapa orang-orang yang membawa damai ‘akan disebut anak-anak Allah.’ Dengan kata lain, berbahagialah orang yang berdamai dengan musuh  mereka, sebagaimana Allah menyatakan kasih kepada musuh-musuh-Nya.

Merenungkan Awal dan Akhir Hidup Manusia

Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.

1 Timotius 6:7

 

Ayat ini sejalan dengan perkataan Ayub “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21). Kedua ayat ini menyinggung tentang awal dan akhir kehidupan manusia. Dalam 1 Timotius 6:6-10 ayat ini disebutkan dalam konteks yang bertemakan ‘kecukupan’. Dalam Kitab Ayub pasal pertama ayat ini merupakan pengakuan Ayub akan kedaulatan Allah yang tidak wajib memberi dan berhak mengambil apapun juga dari hidupnya. Meskipun ditempatkan dalam dua konteks yang berbeda, kedua ayat ini bersama-sama mengundang para pembaca untuk merenungkan awal dan akhir kehidupan manusia.

 

Continue reading “Merenungkan Awal dan Akhir Hidup Manusia”