MUSA Antara Keberanian dan Kejujuran Pdt.Tumpal H.Hutahaean,M.Th.

PENDAHULUAN

Kita akan membaca firman Tuhan dari Keluaran 2:11-22, Ibrani 11:24-26. Terkadang hidup kita ini diperhadapkan dengan pilihan-pilihan. Pilihan tersebut bisa bersifat praktikal dan bersifat keseharian. Seiring waktu pemikiran kita berkembang dan pertimbangan kita dalam mengambil keputusan pun juga berkembang. Di dalam bagian ini kita melihat semua pilihan itu akhirnya harus punya nilai yang kita ketahui tepat atau tidak tepat dalam nilai tujuan dan dalam nilai hasil. Musa ketika berumur 40 tahun memilih untuk membela bangsanya. Dia berkuasa pada saat itu karena dia diberikan kekuatan oleh Firaun sebagai putra Firaun. Dia menjalankan tugasnya untuk selalu berkeliling mengawasi pekerja-pekerja orang Mesir yang mengawasi pekerja-pekerja orang Ibrani. Pada waktu dia melihat bagaimana orang Mesir memukul orang Ibrani dan dia membela orang Ibrani. Ini bukanlah suatu pilihan yang mudah. Ternyata Ibrani 11 mengatakan dia lebih memilih mengalami penderitaan hidup yang sama seperti orang Ibrani daripada hidup sebagai putra dari putri Firaun yang begitu tinggi, yang punya kekuatan, yang punya kuasa, dan yang punya nilai kenikmatan. Itu semua ditanggalkan ‘lebih baik aku hidup dengan orang Ibrani, dan melihat Tuhan sebagai pemberi upah.’ Dia bukan melihat takhta untuk akhirnya menikmati segala sesuatu di dalam dosa. Apakah pilihan Musa untuk membunuh orang Mesir adalah jalan keluar atau solusi yang benar? Apakah dia tidak bisa memakai cara yang lain, dengan cara kecerdikan; orang itu dikeluarkan dengan cara keluar dari hal-hal yang bersifat kegaduhan? Ya mungkin bisa, tetapi itupun tidak ia lakukan. Mengapa Allah membiarkan Musa melakukan ini? Setelah Musa selama 40 tahun tinggal bersama Firaun, ia tinggal selama 40 tahun di padang belantara, setelah itu dia menjadi pemimpin. Dia banyak menulis tentang sejarah penciptaan, kejatuhan, sejarah Tuhan membentuk satu nilai ibadah, standar Tuhan untuk mencapai nilai kebenaran, dan hukum Taurat. Semua itu yang menulis adalah Musa, dan salah satunya adalah perintah untuk jangan membunuh. Di sini kita akan mempelajari itu semua.

Alkitab menceritakan dengan singkat pertumbuhan Musa. Pada saat Musa lahir, saat itulah Firaun menyuruh semua bayi laki-laki orang Ibrani harus dibunuh. Mengapa harus dibunuh? Karena orang Ibrani punya produktifitas anak itu luar biasa. Mereka hampir menguasai wilayah Mesir, maka keluarlah kebijakan dari kerajaan Firaun agar setiap anak laki-laki orang Ibrani yang baru lahir harus dibunuh. Pada waktu Maria dan Yusuf dimana Yesus juga akan lahir maka juga keluar perintah yang sama yaitu setiap bayi yang lahir harus dibunuh. Di dalam bagian ini ancaman itu ada, tetapi kecerdikan orang tua Musa juga ada. Maka Musa yang dikatakan begitu sangat ganteng, elok parasnya, diatur dengan sedemikian rupa agar tidak ketahuan oleh bala tentara Mesir. Singkat cerita pada waktu dia mulai sedikit besar sebagai bayi, diaturlah satu siasat bagaimana dia ditaruh di air sehingga nanti pada waktu dia menangis biar anak putri Firaun mendengar sehingga iba dan punya belas kasihan. Dan saat dia mencari siapakah orang yang bisa menyusui, nanti kakak Musa memberi solusi, seperti menawarkan satu nilai solusi dan semua berjalan dengan baik. Jadi Musa artinya adalah anak yang diambil dari air. Musa kemudian tampil sebagai orang dewasa berumur 40 tahun dan menjadi pemimpin lapangan Firaun. Pada umur 40 tahun dia belum menikah. Alkitab mencatat dia tampil sebagai orang yang dewasa, dia tampil sebagai seorang pemimpin yang penuh dengan satu nilai gejolak. Maka ketika dikatakan dia melihat orang Ibrani dipukul oleh orang Mesir, dia langsung mempunyai inisiatif bagaimana menyelesaikan itu dan mengandalkan kekuatan dirinya sebagai penguasa, sebagai orang yang dewasa, dan sebagai orang yang punya pengalaman. Dia mau menyelesaikan dengan caranya sendiri dan tidak melibatkan Tuhan.

PEMBAHASAN

Mengapa Musa marah ketika orang Ibrani dipukul oleh orang Mesir (ay 11)? Pernahkah kita marah? Pasti pernah. Jika kita melihat orang lain dipukul oleh orang lain yang ada kaitannya dengan dirimu, apakah kamu bisa marah? Bisa. Tapi jika kamu melihat orang lain dipukul dan tidak ada kaitannya dengan dirimu kamu hanya bisa berkata ‘kasihan orang itu.’ Tetapi apabila yang dipukul adalah keluargamu maka bisa kamu bela, apalagi jika adikmu atau kakakmu yang dipukul, pasti kamu bela. Di dalam bagian ini orang Mesir itu jumlahnya ratusan ribu. Orang Mesir itu begitu sangat banyak. Di dalam lukisan yang tadi saya paparkan orang Mesir itu sedikit berkulit hitam dan orang-orang Israel sedikit coklat. Di dalam Alkitab dikatakan bahwa Musa melihat mereka adalah saudaranya. Jadi mengapa Musa marah? Karena pekerjaan paksa yang terus dilaksanakan oleh Firaun mendatangkan luka secara fisik, mendatangkan luka secara jiwa, mendatangkan bentuk ketidakadilan dan kesejahteraan orang Ibrani. Di dalam bagian inilah kita melihat Musa marah karena dia melihat orang Mesir memukul dan menganiaya orang Ibrani. Mata Musa melihat memakai mata lahiriah. Pada waktu dia marah, apakah dia marah yang suci? Pasti jawabannya tidak.

Pada waktu dia ingin membela orang Ibrani, ia melihat dengan belas kasihan dan menganggap orang itu saudara. Apakah orang itu menganggap Musa juga saudara? Belum tentu. Kira-kira menurut kita pada waktu peristiwa itu terjadi, ketahuan Musa yang membunuh, siapa yang melapor pertama kali? Orang Ibrani. Bagaimana mereka tahu? Kita tidak tahu cara mereka, tetapi di dalam bagian inilah kita melihat Yesus dikatakan di dalam Alkitab ‘melihat orang banyak itu tergeraklah hati Yesus dengan belas kasihan’ karena Yesus melihat orang itu lelah terlantar, tidak digembalakan dengan baik. Jadi mata Yesus adalah mata rohani, bukan mata yang penuh dengan kemarahan. Siapa yang menjadi pemimpin? Mengapa masyarakat ini miskin? Maka apakah Yesus menyalahkan banyak orang? Tidak. Bahkan dia memikirkan solusi yang paling dalam, yang paling hakiki yaitu manusia lelah secara jiwa, manusia lelah secara nilai hati dan secara nilai perjuangan karena mereka belum bertemu dengan Pencipta dan Penebusnya. Maka di sini hati-hati dengan dosa maut. Dari mata bisa menimbulkan keinginan. Musa melihat orang Mesir memukul orang Ibrani; dari mata dia timbul satu keinginan untuk membela dan di situ dia berpikir apa tindakanku untuk menyelesaikan ini. Jadi jika mata kita tidak disucikan, maka mata kita bisa menjadi sumber dosa. Di dalam bagian ini kita melihat Musa mempertimbangkan bagaimana menyelesaikan masalah ini. Orang Mesir ini begitu sangat menyedihkan hatinya. Orang Mesir ini membuatnya marah.

Bagaimana cara menyelesaikannya? Dia tidak memakai pendekatan negosiasi, dia tidak memakai pendekatan komunikasi, dia tidak memakai pendekatan kompromi. Dia pikirkan dengan semua cara, aspek, dimensi dan yang dia pikirkan pada saat itu ialah akhirnya aku ini seorang pemberani, aku ini adalah orang yang jujur, aku adalah orang Ibrani, aku dibesarkan di dalam kerajaan ini, diberikan kekuatan, diberikan kekuasaan, mengapa aku tidak bisa mengandalkan kekuatan diriku sebagai seorang penguasa? Mengapa aku tidak bisa memakai tongkat ini dan tubuhku yang besar ini untuk menghabiskan orang itu? Semua pertanyaan demi pertanyaan akhirnya membayangi pikiran Musa. Solusi apa yang harus aku ambil untuk menyelesaikan masalah ini? Dia tidak bertanya kepada Tuhan. Dia tidak bergumul dengan Tuhan. Saat itulah kita tahu tindakan dia akhirnya secara diam-diam, pada waktu dia melihat tidak ada lagi orang, dan mungkin orang itu diikuti oleh Musa kemana dia pergi, kemana dia pulang, maka orang itu akhirnya dibunuh oleh Musa. Setelah dibunuh jenazahnya disembunyikan. Dia berpikir masalah itu selesai dengan cara pembunuhan. Tuhan tidak dilibatkan, dia tidak bertanya kepada Tuhan. Apakah ini masalah yang akan terselesaikan? Apakah masalah malah bertambah? Mengapa Musa tidak melibatkan Tuhan, mengapa dia mengandalkan kekuatan dirinya? Dan mengapa dia melihat dirinya seorang pemberani dan dia seorang yang penuh kuasa dan kekuatan? Karena dia sudah dewasa dan berumur 40 tahun, dan dia orang Ibrani.

Di dalam bagian ini sungguh menarik; Ibrani 11 mencatat seluruh keputusan Musa sebetulnya menunjukkan dia sudah tidak rela jikalau dia disebut putra dari putri Firaun. Dia tidak mau menikmati uang, dia tidak mau menikmati seluruh kelimpahan dan semua akomodasi dan fasilitas dari kerajaan sementara dia melihat seluruh saudaranya seiman semua mengalami kesulitan kerja paksa. Maka Musa sudah berpikir lebih baik aku menjadi orang Ibrani yang menderita sama seperti mereka. Pilihan dari Musa ini dikatakan semua uang, kelimpahan, dan semua harta yang diterima semuanya itu adalah di dalam dosa. Ia merasa lebih baik aku menderita dengan orang Ibrani karena Kristus, yang dimana upahnya lebih besar daripada semuanya yang di Mesir itu. Ketika kita melihat bagian Alkitab yang mencatat demikian, mengapa dia memakai cara pembunuhan? Apakah ini cara Tuhan? Bukan. Di sinilah kadang-kadang kita mempunyai kesenjangan. Kita tahu konsep Tuhan, kita tahu tentang bagian-bagian ajaran Firman Tuhan di dalam menyelesaikan masalah, tetapi ketika kita mengahadapi masalah itu, kita gagal, mengapa gagal? Karena kita mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Di dalam bagian inilah kesenjangan-kesenjangan itu perlu kita mengerti. Jangan melihat diri kita sebagai pemberani saja. Di dalam nilai hakikat identitas kita jangan hanya melihat kita sebagai orang yang jujur, punya nilai kesukuan dan kebangsaan. Jikalau kedua hal ini tidak dikaitkan dengan Tuhan, jikalau kedua hal ini tidak dikaitkan dengan nilai kesucian, maka seluruh keberanian kita menjadi keberanian yang berpusat kepada diri kita. Akhirnya keberanian kita menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Semua proses kita berkembang dengan ada standar pertimbangan, standar pengkajian, standar mengambil keputusan. Di dalam bagian ini pertanyaannya adalah mengapa Musa berumur 40 tahun mengambil keputusan yang cepat dan salah? Di sinilah kita melihat bagaimana Musa dibesarkan. Ada yang menafsir kira-kira umur lima sampai tujuh tahun dia ikut dengan orang tuanya, tapi kadang-kadang masih dikunjungi putri Firaun yang mengangkatnya. Dan setelah dia mulai besar umur 8 tahun sampai dengan umur 40 tahun, dia dibesarkan di dalam kerajaan Firaun karena dia dianggap mulai besar. Di dalam bagian itulah dia tidak terlatih emosinya di dalam menyelesaikan masalah. Dia anak putri, orang yang penting, maka semua berusaha mengalah. Di dalam bagian inilah kita harus berhati-hati. Jika anak dibesarkan tidak dengan realita untuk dia tahu mana yang benar dan mana yang salah karena dia dibesarkan dan disebut orang penting, maka dia tidak akan mempunyai kepekaan, analisa berkaitan dengan hal-hal yang dia mau inginkan. Jadi antara status dia sebagai orang yang pemberani dalam nilai kejujuran, dia orang Ibrani, keputusan yang diambil bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah.

Bagaimana sikap Musa setelah membunuh dan menyembunyikan mayat orang Mesir itu (ay 13)? Ketika dia sudah melakukan itu, esoknya dikatakan bahwa Musa sepertinya biasa-biasa saja. Apakah ini nilai pelarian nilai ketakutan karena dia memakai pembungkus bahwa dia adalah pejabat? Apakah ini pelarian karena dia menganggap bahwa dia tidak bisa tersentuh oleh hukum? Maka Musa berpikir tidak mungkin aku dihukum jika masalah ini tidak terbongkar. Apakah ini pelarian atau penyembunyian? Ini adalah penyembunyian fakta. Sebetulnya Musa tetap takut, apa buktinya? Lihat ketika akhirnya dia bertemu dengan orang Ibrani yang sedang berkelahi dan orang itu diketahui sebagai yang paling salah, Musa bertanya ‘mengapa engkau memukul temanmu?’ Musa posisinya adalah pejabat. Dia penguasa dan orang Ibrani adalah budak. Budak berkelahi dengan budak diketahui oleh Musa dan hasil investigasinya adalah yang bersalah adalah yang ini, maka dikatakan ‘mengapa engkau memukul temanmu?’ Pejabat yang berbicara, penguasa yang bebicara, dan dengan ada tongkat ditangannya, pasti orang itu minimal minta maaf, karena budak berhadapan dengan pejabat. Ternyata terbalik Musa mengalami ketakutan ketika ia diketahui sebagai seorang pembunuh dari orang Ibrani yang berkata kepadanya (ay 13-14). Musa ketakutan karena budak itu bertanya “Tetapi jawabnya: “Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?” Musa menjadi takut, sebab pikirnya: “Tentulah perkara itu telah ketahuan.” Perkataan budak itu ternyata membuat Musa ketakutan. Ini berarti sikap biasa-biasa Musa bukan karena dia lari, tetapi menyembunyikan semua itu dibalik jubah seorang pejabat, menyembunyikan semua itu sebagai penguasa. Ia berpikir dirinya tidak mungkin tersentuh hukum jika dia tidak ketahuan membunuh seorang Mesir, tetapi pada waktu itu dia kehilangan satu nilai kenyamanan itu. Dia berpikir akhirnya perkara itu akan diketahui Firaun juga dan dia mulai ketakutan.

Kadang kepercayaan diri kita membuat kita mengambil satu keputusan yang salah. Dan apalagi itu hanya mengandalkan kekuatan secara jabatan, kekuatan secara fisik dan engkau hanya memuaskan satu emosi, engkau tidak melibatkan Tuhan, setelah itu besok dirasa tidak ada masalah, karena kita bersembunyi di balik jubah kekuasaan kita, kekuatan kita. Pada waktu semua terbongkar ternyata masalah itu bukan terselesaikan tapi justru menambah masalah. Di sinilah kita melihat Tuhan membiarkan Musa mengambil tindakan yang salah agar dia belajar bagaimana seharusnya mengelola emosi dengan benar dalam menyelesaikan masalah. Pada waktu dia ingin melakukan satu bentuk pembelaan sesama orang Ibrani, jikalau tadi orang Mesir dengan orang Ibrani harus dilenyapkan, maka sekarang sama-sama dengan orang Ibrani, yang bersalah dipersalahkan Musa, tetapi yang dipersalahkan malah mempersalahkan dia. Di sini Tuhan memakai orang Ibrani yang salah karena berkelahi, mengungkap dan membongkar dosa yang disembunyikan oleh Musa. Maka hati-hatilah pada waktu kita menganggap diri kita paling benar, padahal di dalam diri kita banyak ketidakbenaran. Ada waktu kita ingin menegur dosa seseorang padahal masih ada dosa di dalam diri kita, Tuhan masih bisa memakai orang yang kita lihat bersalah, orang yang tidak benar. Akhirnya dia membongkar semua kemunafikan kita. Bukan berarti kita tidak boleh menegur dosa, kita harus menegur dosa, tetapi siapa yang menegur dosa dia harus punya standar hidup yang layak di hadapan Tuhan. Sebagai anak Tuhan hati-hatilah, karena kita sudah ditebus sebagai anak Yesus. Jika kita mengasihi Dia, Dia akan terus menyucikan kita, mempersiapkan kita menjadi pemimpin yang baik. Inilah cara Tuhan. Jika Musa ingin menjadi pemimpin, maka Musa harus menguduskan terlebih dahulu emosinya. Jika engkau ingin menjadi pemimpin maka engkau harus menguduskan dulu keberanianmu, seluruh nilai kejujuranmu seharusnya dikaitkan dengan Tuhan, seluruh kebenaranmu harus dikaitkan dengan Tuhan, keberanianmu dan seluruh kejujuranmu harus mempunyai nilai kesucian. Jikalau seluruh nilai keberanianmu tidak dikaitkan dengan nilai kesucian maka akan menghasilkan kepuasan secara manusiawi. Di sinilah kita melihat orang yang mau dipersalahkan oleh Musa ditanya kemengapaannya. Dia malah balik bertanya kemengapaannya Musa. Pada waktu kesalahannya terbongkar, dia mulai takut. Apakah Musa berani berbuat yang lebih lagi? Tidak.

Apa tindakan Musa setelah perkaranya diketahui Firaun (ay 15)? Dikatakan Alkitab bahwa Firaun beriktiar ingin membunuh Musa. Apakah langsung dibunuh? Belum. Dia masih merancang segala sesuatu. Dari mana Musa tahu bahwa ia akan dibunuh? Mungkin ajudannya yang memberitahu bahwa Musa akan dibunuh. Pada waktu Musa tahu bahwa dia akan dibunuh, Musa melarikan diri ke Midian ke tempat yang akhirnya bertemu dengan mertuanya. Di situlah dia jatuh cinta dan dia dijodohkan dengan Zipora. Mengapa saya memberikan gambar bintang pada bagian ini? Ketika Yesus akan dibunuh, Yesus menghindari pembunuhan itu karena waktu-Nya belum tiba. Sebelumnya Musa terlalu percaya diri, namun kemudian pada waktu Musa tahu akan ada ancaman untuk dirinya, dia lari keluar dari masalah itu. Kitab Ibrani mencatat dengan jelas, lebih baik aku sama seperti orang Ibrani yang mengalami penderitaan, daripada aku tinggal di istana Firaun, aku menikmati semua kelimpahan harta dan perlakuan tetapi semua hanya mengandung dosa. Dan aku melihat lebih besar anugerah Tuhan yang memberi upah terhadap diriku. Bisakah Musa meminta maaf kepada mama angkatnya? Bisa tetapi dia tidak melakukan itu. Lebih baik dia tidak disebut putra dari putri Firaun. Jika Musa masih mau

disebut sebagai putra dari putri Firaun maka dia seharusnya datang kepada mama angkatnya, dia datang dan meminta maaf. Tetapi dia tidak melakukan itu, bahkan dia melarikan diri dan tidak membawa satupun perlengkapan yang menunjukkan bahwa dia adalah orang penting. Sebagai bukti, di ayat selanjutnya dia duduk di tepi sumur dan tidak mempunyai apa-apa. Yang dia punya adalah etika baik. Imam di Midian mempunyai 7 putri yang saat itu datang menimba air dan mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong perempuan-perempuan itu melawan para gembala dan memberi minum kambing domba mereka. Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: “Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?” Jawab mereka: “Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba.” Ia berkata kepada anak-anaknya: “Di manakah ia? Mengapakah kamu meninggalkan orang itu? Panggillah dia makan.” Musa bersedia tinggal di rumah itu

Pada saat itulah titik awal pertobatan yang baik memulai segala sesuatu pertobatan dalam titik nol. Ia bukan melihat dirinya adalah baik, dia tidak lagi mengakui bahwa dirinya adalah pejabat, dia tidak memakai lagi pernak-pernik kekayaan sebagai seorang anak putri Firaun, dia tidak lagi pergi seperti kebiasaan orang memakai topi sebagai seorang putra dari putri seorang Firaun. Semua ditanggalkan karena dia ingin memulai yang baru sebagai pertobatan. Maka Paulus berkata di dalam dirinya apapun yang dahulu aku banggakan, setelah aku di dalam Kristus, semua aku anggap sampah karena Kristus, karena kerinduanku sekarang berubah yaitu mau bersekutu dengan Dia di dalam penderitaan-Nya.

Di dalam hal ini kita melihat pertobatan selalu dibuktikan dengan perubahan paradigma, perubahan sikap, dan perubahan mental. Jika Musa mengandalkan segala kekuatan, jabatan, dan tidak mengandalkan Tuhan, maka ini adalah dosa. Inilah awal satu pertobatan yang benar. Dia menunjukkan satu keberanian yang suci, menunjukkan satu kejujuran yang suci bahwa dia adalah orang Ibrani. Dia tidak mau lagi mengandalkan kekuatan manusia, dia mau mengandalkan kekuatan Tuhan. Maka Ibrani mencatat dengan jelas Musa tidak mau disebut putra dari putri Firaun. Dia tidak mau lagi menikmati semua fasilitas yang ada karena dia melihat semua itu dosa, lebih baik dia menyembah Allah. Jadi mengapa Musa harus lari ke Midian dan tidak berani menghadapi perkaranya di hadapan raja Firaun? Jelas bahwa Musa tidak mau lagi mengandalkan kekuatan manusia.

KESIMPULAN

Allah mengizinkan Musa selama 40 tahun berada di kerajaan Firaun untuk belajar sebagai seorang pemimpin yang berani dan jujur. 40 tahun sudah dilewati dan pada waktu ada masalah, ini karena dia mengandalkan dirinya, maka akan menambah masalah. Setelah umur ke-40 tahun, dia ingin menyelesaikan masalah, dia tidak mengandalkan dirinya sebagai seorang anak angkat putri Firaun, dia tidak membawa semua hartanya, dia tinggalkan dan ingin memulai sesuatu yang baru di depan.

Musa berani menolak disebut sebagai putra dari putri Firaun karena memilih lebih baik hidup menderita bersama dengan orang Ibrani daripada hidup bersenang-senang di istana Firaun di dalam dosa. Tuhan memberikan anugerah selama 40 tahun bagi Musa di dalam kerajaan Firaun, 40 tahun di padang belantara menjadi penggembala kambing dan domba, 40 tahun dia menjadi pemimpin orang Israel yang harus keluar dari tanah Mesir menuju tanah Kanaan. Melalui bagian inilah mari kita belajar; jangan sampai kita menyembunyikan dosa. Segala sesuatu Tuhan bisa bongkar melalui orang yang menurut kita bersalah, kita tunjukkan kesalahan dan sebaliknya dia menunjukkan dosa kita. Tuhan itu maha tahu, Tuhan mengetahui seluruh keberadaan kita. Tuhan Yesus memberkati.

(Ringkasan khotbah ini belum dikoreksi oleh pengkhotbah – TS)