Allah Tritunggal

Judul Buku          : Allah Tritunggal

Penulis                 : Pdt. Dr. Stephen Tong

Penerbit              : Lembaga Reformed Injili Indonesia

Tahun terbit       : 1996

Sebagai orang Kristen, salah satu pertanyaan yang sering diajukan dan sulit dijawab adalah pertanyaan tentang konsep Allah Tritunggal. Tetapi bukan berarti tidak dapat dijawab atau tidak ada jawabannya, hanya saja yang menjadi pertanyaannya adalah logika siapa yang menjadi ukuran dari kebenaran misteri yang besar ini. Dalam buku Allah Tritunggal Pendeta Tong menjelaskan memang Allah mengaruniakan banyak pengetahuan di dalam semesta yang kita kenal dengan anugrah umum termasuk anugrah logika/rasio yang ada pada manusia, tetapi untuk menyimpulkan doktrin tentang Allah sendiri harus berdasarkan kepada apa yang Allah katakana tentang Diri-Nya sendiri bukan berdasarkan apa yang manusia nilai tentang Dia. Apa yang Allah wahyukan tentang Diri-Nya kita kenal dengan wahyu khusus. Jadi, wahyu Khusus Allah tentang Diri-Nya yang menerangi Wahyu umum di dalam semesta yang menyatakan kemuliaan-Nya. Dengan demikian, doktrin Allah Tritunggal bukan kesimpulan dari analisa rasio manusia, tetapi dari wahyu Allah.

Sebagai suatu keunikan yang tidak dimiliki agama lain, doktrin Allah Tritunggal juga tidak sama dengan konsep atau ajaran tiga ilah tertinggi yang ada dalam agama Hindu. Dalam pendahuluan buku ini, Pendeta Tong menjelaskan bahwa Allah Tritunggal tidak diciptakan dan ketiga Pribadi Allah Tritunggal setara.

Kemudian, mengapa kita harus mengerti doktrin? Bukankah menyembah saja sudah cukup? Memahami doktrin sangat penting. Pendeta Tong mengatakan bahwa doktrin adalah pengenalan kita terhadap Allah. Pengenalan akan menjadi titik tolak atau pangkal bijaksana yang sejati. Kitab Mazmur dan Amsal mengatakan bahwa pengenalan akan Allah menjadi suatu dasar dari segala kepandaian di dalam dunia ini. Orang yang bijaksana dan pandai adalah orang yang mengenal dirinya dan semesta dengan benar. Filsafat Socrates menuntut pengenalan akan diri, tetapi Socrates sendiri tidak pernah memberikan kepada kita kunci rahasia bagaimana mengenal diri. Wahyu Tuhan mengatakan mengenal Allah adalah kunci kita mengenal diri. Calvin dalam institutio-nya mengakui bahwa konsep mengenal Allah dan mengenal diri adalah dua hal yang sangat penting. Lagi pula Mengenal Allah itu penting karena kita dipanggil untuk menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Seseorang yang mengenal Allah dengan benar akan takluk sujud menyembah Dia dan terdorong untuk menjadi saksi-Nya.

Jika kunci mengenal diri adalah mengenal Allah, maka apa kunci mengenal Allah? Kunci mengenal Allah hanya di dalam Yesus Kristus. Tetapi bagaimanakah orang dapat mengenal Yesus Kristus? mereka harus ditarik oleh Bapa (Yoh 6:44) dan mereka mengenal Yesus Kristus melalui Kitab Suci. Dua hal tersebut tidak dapat ditiadakan dalam proses mengenal Allah yang benar. Selanjutnya, Kitab Suci kita dapat mengerti hanya dengan pertolongan Roh Kudus. Roh Kudus akan memimpin seseorang masuk dalam kelimpahan kebenaran yang sempurna (Yohanes 14:26, 16:13). Ketika mempelajari doktrin, sikap yang harus kita miliki adalah menyadari bahwa rasio kita terbatas yang membuat kita terbatas dalam menampung pengertian Allah yang tidak terbatas. Khususnya doktrin Tritunggal yang melampaui rasio manusia. Namun demikian, betapun sulitnya tidak berarti kita tidak perlu mengerti, menggali, dan memikirkan memakai rasio kita. Pendeta Tong juga mengatakan, “rasio kita tidak  mungkin mencapai keseluruhan pengetahuan Firman, tetapi  harus secara maksimal dipergunakan untuk mengerti Firman Tuhan.

Dalam bab kesatu Pendeta Tong membahas pengenalan akan Allah dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Jika dalam Perjanjian Baru ketiga pribadi Allah Tritunggal secara terang disebutkan, maka tidak demikian dalam perjanjian lama. Untuk dapat melihat ketiga pribadi Allah Tritunggal, Pendeta Tong menjelaskan bahwa Pribadi Kedua Allah Tritunggal sebenarnya ada dalam Perjanjian Lama dalam beberapa peristiwa misalnya ketika Allah berbicara dengan Abraham. Dalam Kitab Kejadian 1 juga dituliskan bahwa Allah menyebut Diri-Nya dengan kata “kita”.  Kata “kita” dipahami sebagai tiga pribadi berdasarkan pada pengertian tersirat dari pujian malaikat dalam kitab Yesaya yang menyebut kata “suci” sebanyak tiga kali.

Para teolog telah mencoba untuk menyederhanakan doktrin Allah Tringgal kedalam beberapa analogi tritunggal misalnya air, uap, dan es; bentuk, bau, dan warna pada bunga; matahari, sinarnya, dan panasnya; dll. Semuanya hendak menggambarkan tiga pribadi dalam satu esensi, tetapi masing-masing analogi terbatas dan memiliki kelemahan dalam menjelaskan Allah Tritunggal. karena memang pada dasarnya alam yang adalah ciptaan tidak dapat menjelaskan kebesaran dan kemuliaan Sang Pencipta. Pada bagian akhir bab 1, pendeta Tong mengajak kita untuk tetap melihat kepada Alkitab.

Dalam bab kedua Pendeta Tong masuk dalam pembahasan pengertian tritunggal. Allah Tritungal berarti Tiga Pribadi di dalam satu Allah, atau di dalam satu esensi diri Allah ada tiga Pribadi. Pendeta Tong juga menjelaskan bahwa konsep Allah yang Esa tidak bertentangan dengan konsep Allah Tritunggal. Pendeta Tong menjelaskan pengertian Allah yang Esa  berdasarkan konsep Israel atau Perjanjian Lama. Di samping itu, mengapa tidak bertentangan, karena dalam kekristenan kita juga mengenal pewahyuan yang progresif semakin lama semakin jelas, termasuk pewahyuan Allah Tritunggal. Setiap zaman memiliki penekanan masing-masing dan wahyu diberikan untuk menolong mereka beribadah kepada Allah yang benar. Suatu sukacita bagi kita pada zaman ini sekaligus sebuah warning  karena kita telah menerima wahyu yang demikian jelas artinya yang dituntut pada kita berbeda dengan zaman Perjanjian Lama. Pendeta Tong juga menjelaskan dalam bab ini bahasa yang Allah pakai untuk menjelaskan keesaan dan cara Allah menyatakan Diri—Antropomorfe—dalam kitab Perjanjian Lama.

Dalam bab ketiga, Pendeta Tong menjelaskan mengenai Kristus sebagai oknum kedua dari Allah Tritunggal. Dalam Perjanjian Lama banyak bagian kitab menubuatkan tentang kedatangan-Nya, dan dalam nubuatan tersebut dijelaskan identitas Yesus Kristus bukan sebagai manusia biasa tetapi adalah Allah yang perkasa, dan sebutan-sebutan lainya yang patutnya disematkan kepada Allah (Yesaya). Kristus sendiri menyatakan diri sebagai Allah, misalnya dalam Yohanes 8:56-59. Allah juga mewahyukan kepada penulis-penulis kitab Perjanjian Baru bahya Yesus Kristus adalah Mesias, Allah Anak atau Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal yang telah bersama-sama Bapa Pribadi Pertama dari Allah Tritunggal sejak kekalan. Pengajaran para rasulpun jelas menegaskan bahwa Allah pencipta dan penguasa semesta adalah Allah Tritunggal dan Yesus Kristus adalah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal.

Dalam bab terakhir, Pendeta Tong menjelaskan Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal. Pendeta Tong menjelaskan ke-Ilahian Roh Kudus dan Roh Kudus sebagai Prbadi dengan menjelaskan beberapan ayat Alkitab. Dalam bagian ini Pendeta Tong berapologetik melawan sabelianisme yang melihat konsep Tritunggal sebagai satu Allah yang hanya berganti-ganti topeng/wujud. Pendeta Tong sekali lagi menegaskan bahwa Allah Tritunggal bukan demikian, Allah Bapa bukan Allah Anak begitupun sebalikanya dan Allah Bapa bukan Allah Roh Kudus, dan Allah Roh Kudus bukan Allah Anak, tetapi berlainan Pribadi tetapi satu Allah. Roh Kudus disebut Roh Kebenaran, Roh yang memiliki emosi, Roh yang memiliki kemauan, kebebasan, dan ketetapan.

Dalam bab terakhir, Pendeta Tong sedikit menyinggung sejarah doktrin Allah Tritunggal. kemudian membahas pekerjaan Allah Tritunggal. Inilah yang Allah wahyukan kepada kita mengenai Diri-Nya dalam Alkitab yang darinya kita mengenal bahwa Allah kita adalah Allah Tritunggal. Ketika membaca Alkitab, kita akan melihat Ke-Ilahian Yesus Kristus dikenal melalui pekerjaan-Nya. Yesus Yang disebut Firman (Logos) (Yohanes) bersama-sama Bapa mencipta semesta. Demikian juga Roh Kudus dikenal melalui pekerjaan-Nya. Roh Kudus melakukan pekerjaan yang hanya jika Dia Allah maka Dia dapat melakukannya, misalnya memberi kuasa kebangkitan, mencipta, mewahyukan kebenaran, dst. Dari penyelidikan Alkitab dan terus merenungkannyalah, para bapa gereja atau teolog menyusun doktrin iman Kristen termasuk doktri Allah.

Bagian paling akhir buku ditutup dengan kesimpulan yang menekankan kembali poin-poin penting dari doktrin Allah Tritunggal. Bagian yang menarik dari kesimpulan ini adalah Pendeta Tong mengatakan jikalau kita tidak percaya bahwa Allah adalah Allah Tritunggal, maka kita tidak berhak percaya bahwa Allah adalah kasih, sebab jikalau Allah adalah Tunggal maka siapa objek kasih-Nya sebelum dunia diciptakan?

Kiranya ini mendorong kita untuk mengenal Allah lebih dalam lagi dan membaca buku-buku baik yang pernah ditulis dengan perenungan wahyu dari Allah yang mendalam. Soli Deo Gloria. (NS)

 

From Faith to Faith  (dari Iman kepada Iman)

Judul : From Faith to Faith  (dari Iman kepada Iman)

Penulis : Stephen Tong

Penerbit : Momentum

Tahun Terbit`: 2004

Tebal :viii+135 hlm

Salah satu dari buku penting yang harus dibaca oleh orang Kristen adalah buku “from Faith to Faith” (dari Iman kepada Iman), karena buku ini membahas topik yang sangat krusial yakni dari iman kepada iman seperti yang dinyatakan oleh Alkitab. Buku ini ditulis oleh seorang hamba Tuhan yang berkotbah dengan demikian berpusatnya kepada Firman Tuhan. Pendeta Stephen Tong telah merenungkan kekristenan sejak masih belasan tahun, juga berkotbah memberitakan injil dan mengajar. Beliau memikirkan kekristenan dan hubungannya dengan filsafat, seni dan pengetahuan lainnya, sehingga buku ini meskipun tipis tetapi sangat limpah. 

Pendeta Stephen Tong membahas dari Iman kepada Iman di dalam empat bab. Bab 1 membahas iman sebagai fondasi. Pendeta Tong membahas tema iman sebagai fondasi berdasarkan surat Paulus kepada jemaat di Roma (1:16-17). Kitab Roma memiliki prinsip-prinsip penting yang dimiliki iman Kristen yakni pertama, agama Kristen merupakan agama yang berlandaskan iman. Ini yang membedakan Kristen secara kualitatif dengan agama lain. Maksudnya jika agama lain tidak dapat melepaskan diri dari konsep usaha dan inisiatif manusia agar diterima oleh Tuhan semesta alam, maka kekristenan supaya dapat diterima Allah meniadakan usaha manusia dengan hanya  bergantung sepenuhnya kepada Kristus yang kita kenal dengan sola gratia. Pendeta Tong juga dalam tema ini sedikit menyinggung katolikisme pada zaman reformator dimana gereja tidak menampakan lagi sola gratia melainkan menekankan beberapa syarat agar diterima Allah.  Jika keselamatan adalah anugrah yang diterima hanya dengan iman, maka tidak ada sedikitpun kerjasama antara manusia dengan Allah untuk mendatangkan keselamatan. hanya anugrah bukan berarti menjadi orang Kristen yang hidup tanpa tanggung jawab, sebaliknya karena kita telah diselamatkan dan dihidupkan oleh Roh maka kita harusnya menghasilkan buah. Bagian kedua yakni adanya empat presaposisi yang salah. Pada bagian ini Pendeta Tong membahas bahwa jika dari iman kepada iman, maka tidak ada dasar lain atau perantara lain untuk datang kepada Allah, seperti penglihatan “jika saya meihat, maka saya percaya.”; pengalaman “jika saya mengalami, saya akan percaya”; bukti “jika ada buktinya, saya akan percaya.”; logika “jika masuk akal, saya akan percaya. Ketiga,  iman berpusat kepada Kristus, Kristus yang memulai dan menyempurnakan iman kita.

Manusia mau beriman tetapi justru berbalik dengan berpegang pada presaposisi yang melawan Allah. manusia mau melihat dulu baru mengimani dan mau memikirkan dulu dengan jelas baru mau beriman. Oleh karena itu dalam bab kedua Pendeta Tong membahas bahwa iman bukan keputusan manusia tetapi anugrah Allah. Jadi, sekalipun seseorang dapat mujizat kalau kepadanya Allah tidak memberikan iman orang itu tidak dapat beriman kepada Allah, maka dari iman yang diberikan Allah manusia dapat beriman kepada Allah. Bab kedua membahas pengertian dari iman kepada iman dari tiga aspek. Aspek pertama adalah aspek relasi yakni relasi kedua perwakilan hidup manusia dalam sejarah. Di dalam sejarah, seluruh umat manusia diwakili oleh satu orang manusia yang melawan Allah yakni Adam dan satu orang manusia yang membalikkan situasi dengan datang kepada Allah yakni Yesus Kristus. Aspek kedua yakni taman Eden sebagai perwakilan pemberontakan. Di taman Eden Adam menggunakan kapasitasnya sebagai peta dan teladan Allah atau sebagai wakil Allah untuk memberontak kepada Allah. pemberontakan Adam yang adalah juga perwakilan kita (ciptaan) di hadapan Allah mewarisikan dosa asal kepada semua manusia. Dosa ketidaktaatan Adam menuju ke dosa ketidataan. Ini merupakan representasi di dalam Adam yang mewakili kita (sebagai ciptaan), sehingga timbul suatu relasi antara Adam dan kita, yaitu relasi “dari dosa kepada dosa.” Aspek ketiga adalah taman Getsemani yang mewakili ketaatan. Dalam taman getsemani, Kristus menjadi satu-satunya manusia yang taat mutlak kepada Allah. karya ketaatan kristus yang mutlaklah yang menjadikan seluruh umat manusia memiliki pengharapan.

Bab ketiga berbicara bagaimana karya ketaatan Yesus Kristus dimutasikan kepada umat-Nya. Sekali lagi dalam bab ini Pendeta Tong membahas lebih dalam tentang Adam dan Yesus kristus sebagai perwakilan manusia. Umat manusia terbagi atas dua yakni yang turut dalam kematian Adam dalam dosa dan umat manusia yang turut dalam kematian karena dosa dan kebangkitan di dalam Kristus. Turut dalam kematian Adam yakni semua umat manusia (sebagai ciptaan) kecuali Kristus . Kuasa dosa umat-Nya dimutasikan kepada Kristus dan ketaatan Kristus dimutasikan kepada umat-Nya. Artinya, mutasi iman, kehidupan, dan pembenaran. Bagian yang sangat menarik dari bab ketiga adalah ketika pembahasan menjawab pertanyaan ketidakterbatasan Kristus Pendeta Tong membahas ini dengan mengutip pertanyaa yang didapatkannya dari anak berumur sebelas tahun yang melihat bahwa semakin lama semakin banyak dosa yang ditanggung oleh Yesus Kristus, kemudian anak tersebut mempertanyakan bagaimana Yesus bisa tetap suci kembali. Untuk menjawab pertanyaan ini Pendeta Tong mengajak anak tersebut memikirkan bilangan tak terhingga/tak terbatas. Bilangan tak terhingga—yang  merepresentasikan Kristus yang tidak terbatas—meskipun dikurangi bilangan terbatas—merepresentasikan manusia yang terbatas—sebanyak apapun maka bilangan tak terhingga tetap adalah bilangan tak terhingga. Yang tidak terbatas dibagi atau dikurang berapa pun besarnya angka terbatas, hasilnya tetap tidak terbatas. Jadi Pendeta Tong menyimpulkan bahwa ketika kita membicarakan Yesus Kristus yang harus kita bicarakan bukan sekedar berapa banyak sengsara-Nya, berapa banyak luka-Nya, atau berapa banyak dosa yang harus ditanggung-Nya, tetapi yang perlu kita ketahui adalah “siapakah Yesus Kristus,” sehingga Dia bisa menaggung dosa manusia.

Bab terakhir Pendeta Tong membahas relasi iman kepada iman dengan terlebih dahulu melihat integrasi dari beberapa aspek yang menyatukan iman dengan kehidupan kita dihadapan Tuhan Allah. pertama, iman kepercayaan kepada iman kepercayaan berikutnya. Iman yang secara natural yakni percaya bahwa Tuhan itu ada yang ditanam oleh Tuhan dalam hati kita yang tidak menyelamatkan kepada iman yang dapat mengaitkan manusia kepada anugrah Tuhan selanjutnya yakni iman keselamatan. dari iman kepada iman ini dikerjakan oleh Roh Kudus yang terjadi ketika kita sudah percaya bahwa Allah itu ada, kita mempunyai ketakutan dan mempunya perasaan keseriusan hidup di dalamnya terkandung  pertanggungjawaban kepada Dia. Perasaan takut dan keseriusan muncul ketika Firman Tuhan atau Injil diberitakan kepada kita. Di dalam setiap Firman Tuhan yang diberitakan sudah terdapat benih yang mengandung anugrah iman yang menyelamatkan. Kemudian dari iman kepada iman yang lebih limpah, disertai pengertian kebenaran yang semakin limpah. Ini merupakan peningkatan pengertian iman di dalam kebenaran sejati yang diwahyukan oleh Tuhan Allah. Pertumbuhan fisik manusia suatu hari akan berhenti tetapi pertumbuhan rohani manusia  yang sehat akan terus bertumbuh seperti yang Tuhan tentukan. Sebab iman dan pengetahuan  kata Pendeta Tong, akan mengalami putaran yang semakin masuk ke dalam kebenaran Allah dan semakin mengokohkan iman. Iman yang semakin kokoh, hidup yang semakin taat, dan suci akan menikmati suatu hidup yang dipelihara Allah. Pada bagian akhir ini, Pendeta Tong memberikan banyak kesaksian hidup bagaimana ditengah-tengah pelayanan yang sulit ada tangan Tuhan yang menyertai sehingga dalam keadaan sulit sekalipun beliau tetap menjadi saksi Kristus yang setia.

Ini hanya sebagian kecil dari kelimpahan yang dapat saya bagikan dari buku from faith to faith oleh pendeta Stephen Tong. Buku ini sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja atau bahkan sangat sayang jika dibaca hanya sekali. Keunggulan lain dari buku ini adalah Pendeta Tong menggunakan banyak ilustrasi yang memudahkan kita memahami ide dari teologi yang rumit.

Soli Deo Gloria. (NS)

The Passion of Jesus Christ

Judul               : The Passion of Jesus Christ (Penderitaan Yesus Kristus)

Penulis             : John Piper

Penerbit           : Momentum

Tahun Terbit    : 2016

Mungkin tidak banyak dari kita—yang dalam tradisi Reformasi—yang mengenal Ash Wednesday atau Rabu Abu. Rabu Abu dirayakan oleh beberapa tradisi gereja seperti Lutheran, Katholik, Methodist, dan lainnya. Rabu Abu adalah satu hari kudus yang akan diisi dengan berdoa, berpuasa, dan menaruh tanda salib di dahi dari abu. Tradisi ini sebagai suatu momen untuk mengingat penderitaan Kristus. Selanjutnya, gereja-gereja tersebut akan melakukan beberapa ibadah khusus untuk mempersiapkan diri memasuki Jumat Agung dan Paskah. Kita yang tidak memiliki tradisi serupa, bukan berarti anti terhadap persiapan-persiapan yang serupa. Mempersiapkan diri sangat baik untuk menyambut anugrah besar yang akan kita terima di dalam perayaan Jumat Agung dan Paskah. Salah satu yang dapat kita lakukan adalah merenungkan secara pribadi bagian-bagian Firman Tuhan yang berkaitan dengan penderitaan Kristus; mengapa Yesus datang ke dunia ini untuk mati? atau mengapa Dia mengalami penderitaan yang begitu hebat?

The Passion of Jesus Christ (Penderitaan Yesus Kristus) adalah salah satu buku yang dapat kita  baca sebagai bahan renungan pribadi. John Piper, penulis buku ini adalah seorang pendeta yang telah menulis banyak buku salah satu diantaranya adalah Desiring God yang memenangkan  Medali Emas ECPA. Buku  ini menyediakan 50 alasan mengapa Yesus datang ke dalam dunia yang diciptakan-Nya untuk mati. Piper mengajak kita memikirkan dengan serius dan merenungkan secara mendalam dalam tulisan yang singkat setiap hari, sehingga kita dapat memahami betapa besar anugerah penebusan yang telah Yesus Kristus kerjakan bagi kita yang berdosa. Dengan demikian, kita tahu seberapa berharganya anugerah itu.

Bukankah ketika kita tahu seberapa berharganya sebuah anugrah baru kita dapat menghargainya?

Soli Deo Gloria

(Disadur oleh Niluh Peprisusanti)

Pemulihan Ciptaan (Creation Regained)

Penulis                : Albert M. Wolters

Penerjemah       : Ichwei  G. Indra

Penerbit              :Momentum

Tahun terbit       : 2009

Buku ini sangat memberkati, terbukti selama dua puluh tahun terus dicetak dan diterjemahkan ke dalam delapan bahasa yang menandakan minat membaca dan mendiskusikan buku ini cukup tinggi. Seiring dengan itu, Wolters telah memperbaharui bukunya khususnya dalam membahas perbedaan wawasan dunia Kristen dibandingkan dengan tradisi-tradisi Kristen lainnya. Selain itu, dalam edisi kedua, Wolters menambahkan satu chapter yang berisi tulisannya bersama Michael Goheen—baik Wolters dan Goheen adalah orang yang sama-sama menekuni bidang ini. Pada catatan tambahan itulah dikaitkan pembahasan tentang wawasan dunia dengan narasi agung Alkitab dan sentralitas serta bagian yang secara khusus berutang pada N.T wright dan Lessile Newbigin. Wolters menulis buku ini dengan tujuan untuk menerangkan isi suatu wawasan dunia Alkitabiah dan signifikansinya bagi kehidupan kita ketika kita berusaha untuk taat kepada Alkitab.

Buku ini terdiri dari lima bab. Bab pertama membahas pengertian wawasan dunia Kristen. Wolters menuliskan bahwa “wawasan dunia adalah kerangka menyeluruh dari kepercayaan dasar seseorang tentang segala segala hal.” Kurang lebih artinya, apa pun yang kita hadapi kita menilainya dan bertindak berdasarkan pada apa yang kita percaya. Oleh karena itu, tradisi reformed melihat penciptaan sebagai dasar pertama melihat segala sesuatu. Wolters membahas penciptaan di bab kedua. Dalam bab kedua ini, Wolters menjelaskan bahwa Allah bukan hanya mencipta kemudian meninggalkannya, tetapi Allah terus bertindak sebagai Allah yang berdaulat. Kemudian Wolters mejelaskan bagaimana Alkitab menceritakan tindakan kedaulatan Allah.  Jadi istilah pencitaan atau creation  mencakup juga di dalamnya tindakan pemeliharaan Allah yang disebut dalam bab ini sebagai hukum Allah. Selanjutnya bab ketiga, Wolters membahas kejatuhan dalam dosa dan akibat kejatuhan bagi ciptaan yang pada mulanya Allah ciptakan amat baik.  Akibat kejatuhan sangat serius bukan hanya menimpa bumi dan mahluk ciptaan, tetapi juga kehancuran dalam kebudayaan. Dunia menjadi ciptaan yang menyimpang. Oleh karena kejatuhan itu bersifat kosmis, maka penebusan Kristus juga bersifat kosmis. Bab keempat membahas bagaimana penebusan oleh Yesus Kristus memulihkan seluruh ciptaan. Wolters mengatakan bahwa penebusan berarti pemulihan yakni kembalinya kebaikan dari suatu ciptaan mula-mula yang belum rusak dan bukan sekedar penambahan sesuatu yang melampaui ciptaan.  Wolters akan menjelaskan bagaimana pemulihan tidak terbatas pada hal tertentu. Selanjutnya, bab terakhir Wolters mengajak kita melihat beberapa implikasi praktis dari wawasan dunia khususnya wawasan dunia reformasional ini bagi kehidupan social, pribadi, dan budaya  dari orang-orang Kristen.

Sebagai orang Kristen, Tentunya kita sangat ingin mengenal dunia yang sekarang kita tempati untuk dapat hidup dengan benar. Penciptaa, kejatuhan, penebusan, dan pemulihan adalah struktur dan arah Alkitab. Struktur dan arah tersebut bukan asing dari kita, malainkan struktur dan arah dunia termasuk di dalamnya kita apa pun bidang yang kita kerjakan, di mana pun kita berada. Secara pribadi dengan belajar wawasan dunia Kristen khususnya reformasional sangat menolong penulis dalam mentaati Alkitab dalam hal menilai keadaan dan menyikapinya. Buku ini sangat baik dibaca oleh mahasiswa karena dunia kampus adalah dunia di mana perang ideologi terjadi dari berbagai wawasan dunia yang menyimpang.

Kiranya Tuhan melimpahkan kepada kita hikmat bijaksana melalui setiap buku baik yang kita baca. Pada akhirnya kita dapat berkata Soli Deo Gloria.

 

(Disadur oleh Niluh Peprisusanti)

Ajarlah Kami Bergumul (Refleksi atas kitab mazmur)

Penulis                 : Billy Kristanto

Penerbit              : Momentum

Buku ini memuat refleksi pribadi Pdt. Billy atas kitab Mazmur yang dibagikan kepada jemaat di Singapura dari tahun 2002-2003. Pendeta Billy mengajak kita melihat signifikansi kitab mazmur bagi kehidupan iman percaya. Kitab Mazmur menggambarkan kehidupan orang percaya yang bergulat dengan masalah. Dalam pendahuluan buku ini, Pdt. Billy mengutip sebuah kalimat dri Martin Luther yang mengatakan demikian “psalterium affectuum quaedam palaestra et exercitium” (Mazmur adalah suatu sekolah pergumulan dan latihan afeksi). Latihan Afeksi (emosi) kita peroleh dengan mengamati perkataan dari orang-orang kudus dan memperhatikan bagaimana mereka berespon kepada Tuhan dalam segala keadaan.

Sebuah refleksi yang sangat patut kita baca, sebab kita pun adalah orang percaya yang penuh dengan masalah dan kita pun merindukan di dalam masalah itu, kita dapat bergumul dengan benar. Kitab Mazmur mengajak kita untuk jujur terhadap Tuhan. Mungkin banyak dari kita bertanya, “Bolehkah saya berdoa dan mencurahkan kemarahan saya kepada Tuhan atas persoalan yang saya tidak mengerti atau atas ketidakadilan?” atau “ Bolehkah saya berkeluh kesah kepada Tuhan?” Pendeta Billy mengatakan bahwa seseorang  tidak mungkin mengalami pertumbuhna yang sejati jika dia senantiasa hidup berpura-pura, entah dalam pengertian munafik atau “hanya” menjaga citra diri (image). Harapannya, buku ini dapat menolong kita bagaimana kita harus bergumul dan mengalami pertumbuhan pengenalan diri  melalui refleksi atas pergumulan orang-orang kudusnya Tuhan yang dipaparkan apa adanya.

Buku Ajarlah Aku Bergumul berisi  lima belas refleksi dari lima belas nomor Mazmur (Mazmur 3, 7, 8, 10, 11, 13, 16, 18, 19, 20, 22, 23,24, 26, dan 28) dan ditutup dengan lagu-lagu pujian yang di tulis oleh Pendeta Billy juga refleksi dari beberapa nomor kitab Mazmur.  Mazmur 3 misalnya ditulis oleh Daud, seorang raja besar yang mengalahkan ber”laksa-laksa” musuh terpaksa melarikan diri dari istananya karena Absalom anaknya. Pendeta Billy mengajak kita melihat penderitaan Daud yang adalah seniman yang memiliki kedalaman  jiwa yang berlainan dengan orang kebanyakan. Seorang seniman seringkali kesulitannya bukan masalah keuangan atau penderitaan fisik, tetapi karena kesulitan emosional. Daud bukan hanya menghadapi musuh dari luar, tetapi dari dalam rumahnya sendiri oleh darah dagingnya sendiri. Kita tidak terlalu kesulitan dimusuhi oleh orang yang tidak terlalu dekat dengan kita atau tidak terlalu mengenal kita “orang luar”, tetapi bagaimana kalau kebencian dan permusuhan datang dari orang yang dekat dengan kita? Bukankah itu adalah kesakitan dan kepedihan yang kita rasakan semakin dalam? Namun Demikian, Daud mengakhiri doanya dengan nyanyian kemenangan. Melalui refleksi Mazmur 3, Pendeta Billy membantu kita memahami kompleksnya pergumulan seseorang dari keluh kesah kepada nyanyian kemenangan dan bagaimana semua proses ini membawa pertumbuhan iman Daud kepada Allah. Penulis secara pribadi diberkati oleh relfeksi dari Pdt. Billy dalam hal menjadi jujur atas ketidakmampuan, menyampaikan kemarahan, ketidakpercayaan, dan kebergantungan diri kepada Tuhan tanpa menjadi munafik. Buku ini sangat baik untuk menjadi bahan renungan pribadi atau untuk didiskusikan di dalam kelompok kecil.

Tuhan kiranya memberkati kita, dan melalui buku ini Tuhan kiranya berbicara kepada kita dalam pergumulan kita masing-masing.

Soli Deo Gloria

(Disadur oleh Niluh Peprisusanti)