Tujuan Karunia Penyembuhan

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 46-7.

Apa yang diajarkan Alkitab mengenai penyembuhan? Penyembuhan fisik merupakan aspek yang esensial dari pelayanan Kristus. Perhatikan, misalnya, Matius 9:35, ‘Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.’ Selanjutnya, Kristus memberikan otoritas kepada murid-murid-Nya untuk menyembukan penyakit, baik kepada kedua belas rasul (Mat. 10:1) maupun ketujuh puluh murid (Luk. 10:1, 9). Tetapi, penyembuhan yang dilakukan Kristus ini merupakan tanda-tanda identitas mesianis-Nya (Mat. 11:4-6; Yoh. 10:25-26, 38; Kis. 2:22)… [P]enyembuhan yang bersifat mujizat yang dilakukan oleh para rasul Yesus berfungsi untuk meneguhkan Injil yang mereka sampaikan dan juga mengidentifikasikan mereka sebagai pembawa kabar yang sejati dari Injil itu (Kis. 14:3; Rm. 15:18-19; Ibr. 2:3-4). Sesungguhnya, di 2 Korintus 12:12, penyembuhan-penyembuhan yang bersifat mujizat ini disebut ‘tanda-tanda seorang rasul sejati (RSV: signs of a true apostle).’ Dengan demikian, fakta bahwa Yesus dan para rasul (yang meletakkan dasar bagi gereja) mampu melakukan penyembuhan supernatural tidak berarti harus berimplikasi bahwa kita yang menjadi pengikut Yesus masih mampu melakukan pelayanan penyembuhan itu pada saat ini.

Tujuan Karunia-Karunia Roh

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 41.

Apakah fungsi dari karunia-karunia Roh ini? Karunia-karunia ini memampukan orang-orang percaya untuk melakukan berbagai bentuk pelayanan di dalam jemaat, atau terlibat di dalam bentuk pelayanan tertentu dalam Kerajaan Allah. Tujuan karunia-karunia ini adalah untuk membangun orang-orang percaya, membangun jemaat, dan untuk melayani keseluruhan komunitas Kristen. Karunia-karunia ini juga memiliki tujuan misioner: membawa mereka yang tidak percaya ke dalam pengetahuan akan Kristus yang menyelamatkan, untuk menguatkan orang-orang Kristen baru di dalam iman mereka, dan untuk melengkapi mereka di dalam kesaksian selanjutnya.

Karya Allah dan Tanggung Jawab Manusia di dalam Keselamatan

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 3-4.

Karena manusia pada naturnya mati di dalam dosa, maka Allah harus menghidupkan mereka; regenerasi di dalam pengertian yang sempit secara eksklusif merupakan karya Allah. Tetapi di dalam aspek-aspek lain dari proses keselamatan di luar regenerasi, Allah maupun orang-orang percaya terlibat di dalamnya – dalam pengertian ini kita dapat berbicara mengenai keselamatan sebagai karya Allah dan juga sebagai tugas kita. Kadang-kadang aspek-aspek ini – pertobatan, iman, pengudusan, ketekunan, dan sebagainya – digambarkan sebagai karya Allah yang di dalamnya orang-orang percaya turut bekerja. Namun, cara pengungkapan seperti ini mengakibatkan munculnya kesan bahwa Allah dan kita masing-masing mengerjakan sebagian tugas. Karena itu, lebih baik jika dikatakan bahwa di dalam aspek-aspek keselamatan kita ini (selain regenerasi), Allah berkarya dan kita berkarya. Pengudusan kita, misalnya, pada saat yang sama adalah seratus persen karya Allah tetapi juga seratus persen karya kita. Paulus memberikan pernyataan klasik mengenai ‘kejadian yang misterius’ dari karya Allah maupun kita ini di dalam Filipi 2:12-13, ‘Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,… karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.

Pertumbuhan Iman Wajib Dialami Semua Orang Percaya

Kutipan oleh Jerry Bridges dari buku “Tumbuhkan Imanmu” (Bandung: Pionir Jaya, 2013) halaman 11-2.

Pertumbuhan adalan ekspresi normal dari kehidupan. Baik tanaman, binatang, maupun manusia, kita berharap mereka bisa bertumbuh hingga dewasa. Ketika sesuatu atau seseorang tidak bertumbuh, kita tahu ada sesuatu yang salah. Pertumbuhan juga merupakan ekspresi normal dari kehidupan Kristiani. Para penulis Perjanjian Baru menekankan pertumbuhan, dan terus-menerus mendorong kita untuk mengejarnya. Petrus mendesak kita untuk ‘bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus’ (2 Petrus 3:18). Paulus mengajarkan kita: ‘dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala’ (Efesus 4:15). Bahkan, berbeda dengan pertumbuhan fisik, orang Kristen tidak pernah boleh berhenti bertumbuh secara rohani. Paulus memuji jemaat Tesalonika karena mereka selalu ingin menyenangkan Tuhan dan mengasihi sesama. Untuk kedua hal ini, Paulus mendesak mereka untuk melakukannya ‘lebih dan lebih lagi’ (1 Tesalonika 4:1, 10). Dia ingin mereka terus bertumbuh dalam berbagai aspek hidup Kristiani. Tidak ada istilah ‘orang Kristen dewasa’ yang tidak perlu lagi bertumbuh. Pertumbuhan tidak hanya normal bagi orang-orang yang baru bertobat, tetapi juga bagi mereka yang telah berjalan bersama Tuhan selama lima puluh tahun atau lebih. Tentu saja hampir semua pertumbuhan, baik fisik maupun spiritual, berlangsung secara bertahap. Kita tidak bisa menyaksikan langsung sebuah tanaman atau seseorang bertumbuh di depan mata kita. Kita hanya bisa mengamatinya dari waktu ke waktu. Hal ini juga berlaku bagi kehidupan orang Kristen. Tentu saja setiap orang bertumbuh dengan kecepatan yang berbeda. Tak seorang pun dari kita yang bertumbuh dengan kecepatan yang sama sepanjang waktu. Namun, meskipun pertumbuhan dan area pertumbuhan setiap orang berbeda, kita semua tetap harus bertumbuh secara rohani. Ketika seorang Kristen tidak bertumbuh, ada sesuatu yang salah!

Allah yang Memberikan Panggilan bagi Setiap Orang Percaya

Kutipan oleh Ravi Zacharias dari buku “Sang Penenun Agung” (Bandung: Pionir Jaya, 2013) halaman 12.

Saya percaya Allah campur tangan dalam kehidupan setiap kita. Ia berbicara kepada kita dengan berbagai cara dan waktu agar kita tahu bahwa Dialah yang menciptakan kepribadian kita. Ia ingin agar kita tahu bahwa Ia mempunyai panggilan bagi setiap kita, yang dirancang untuk memenuhi keunikan setiap pribadi. Itu sebabnya Yohanes dan Petrus dan sejumlah orang lainnya pada akhirnya rela mati, saat mereka mencari kuasa dan kehadiran Allah dalam keadaan jiwa yang paling kelam. Saya bahkan percaya Tuhan lebih peduli pada kehidupan kita daripada yang kita pikirkan. Kita mungkin tidak memahami sepenuhnya apa yang Ia rancangkan sambil itu terjadi, tetapi kita tidak seharusnya menyimpulkan bahwa rancangan-Nya tidak mempunyai arahan.