Andrew Gih

Andrew Gih (baca: Ji), bernama asli Ji Zhiwen, lahir di Shanghai, Tiongkok, 10 Januari 1901. Ayahnya, Ji Youren, seorang Konghucu terpelajar. Ibunya seorang Buddhist yang taat menjalankan norma agama. Andrew Gih sendiri sejak kecil seringkali diajak ibunya ke tempat ibadah dan mendengarkan ceramah. Akan tetapi, ia tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan agama.

Usia 12 tahun, ayahnya meninggal. Sebagai anak tertua, ia membantu ibunya bekerja untuk menafkahi keluarga dan adik-adiknya. Ia adalah seorang anak yang sangat pendiam. Pada usia 18 tahun, ia masuk ke Sekolah Menengah Bethel Mission. Didirikan oleh seorang misionaris dari Eropa. Ketika masuk ke sekolah ini, ia tidak memiliki cita-cita lain yang berhubungan dengan pelayanan misi. Ia murni hanya ingin belajar bahasa Inggris. Sehingga, chapel setiap pagi mau tidak mau, harus dihadirinya. Demikian juga dengan kegiatan membaca Alkitab.

Suatu ketika, seorang misionaris bernama C.F. Tippet mengadakan KKR di sekolahnya. Topiknya adalah “Semua manusia berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Mendengar firman yang disampaikan, menggugah hatinya. Kasih Allah memenuhi hatinya. Malam itu, ia berlutut di hadapan Tuhan untuk pertama kalinya. Ia menangis dan berteriak dengan suara yang lantang. “Tuhanku, Juruselamat ku. Kasihanilah si pendosa ini!”. Saat itu juga, Allah mengangkat beban yang ada di hatinya dan ia merasakan sukacita yang melimpah. Setahun kemudian, ia mengabdikan diri menjadi hamba Tuhan. Kemudian menikah dengan Dorcas Zhang Chui-Ing di Shanghai tahun 1928.

Ia banyak melakukan KKR di berbagai kota di Tiongkok. Pelayanannya menjadi berkat di Guangxi, Guangdong, Fujian dan Xiamen. Ia bersama tim pun melayani pengabaran injil di sekitaran China, seperti Manchuria, Mongolia, Tibet dan Xinjiang. Andrew Gih tercatat pernah bekerja sama dalam pemberitaan Injil bersama John Sung. Pelayanan mereka memberikan kebangkitan kekristenan di Tiongkok.

Kemelut politik di Tiongkok mendorongnya untuk memberitakan Injil ke luar negeri. Akhirnya ia melayani daerah asia tenggara seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Tahun 1950, ia pertama kali datang ke Indonesia mengadakan KKR di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Andrew Gih melayani pemberitaan firman di dalam bahasa Mandarin.

Berdasar penelitian ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, tahun 1961, populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia sekitar 2.505.000 (2,5%). Artinya, etnis Tionghoa yang merupakan pendatang di Indonesia, mayoritas fasih berbahasa Mandarin. Ditambah tentu masih sangat minim yang beragama Kristen. Hal ini pun dapat kita pastikan dari sejarah negara Tiongkok sendiri yang bukan negara Kristen. Maka, pelayanan Andrew Gih menjadi berkat bagi banyak masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia yang belum terjangkau Injil. Pelayanannya sempat pula bersama John Sung di Indonesia. Memberikan kebangkitan kekristenan di kalangan Tionghoa Indonesia. Sehingga, tidak heran jika semakin banyak pula etnis Tionghoa yang beragama Kristen hingga saat ini.

Di Bandung, ia merintis Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK) yang diresmikan pada tanggal 10 Mei 1952. Ia juga mendirikan Sekolah Theologi Madrasah Alkitab Asia Tenggara (MAAT) di tahun yang sama, yang kemudian berubah nama menjadi Seminari Alkitab Αsia Tenggara (SAAT) di Malang, Jawa Timur. Sekolah ini didirikan atas dasar keperluan mendesak, adanya hamba Tuhan yang melayani gereja-gereja Tionghoa di Indonesia yang berbahasa Mandarin. MAAT saat itu menggunakan bahasa pengantar Mandarin. Sehingga, kebutuhan hamba Tuhan dapat pelan-pelan diisi di gereja-gereja tersebut. Ia mendirikan sekolah-sekolah Kristen pula.

Andrew Gih masih sering mengadakan KKR ke berbagai kota di Indonesia. Dalam salah satu KKR yang ia layani, hadir pula seorang remaja. Ia bernama Stephen Tong, yang saat itu dipengaruhi pemikiran atheisme, komunisme, modernisme dsb. Remaja ini pun bertobat dan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan dalam pelayanan Andrew Gih.

Andrew Gih meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 1985 di Los Angeles, California, AS, di usia 85 tahun. Ia begitu gigih memberitakan Injil, bukan saja bagi negaranya tetapi juga bagi negara lain. Pelayanannya dalam pemberitaan Injil menjadi berkat besar bagi sejarah kekristenan di Indonesia. Bahkan, bukan hanya bagi etnis Tionghoa saja. Tetapi, berbagai etnis yang juga ada di Indonesia. Edwin Orr mendeskripsikan pribadi Andrew Gih sebagai “He is a man of prayer, a soul-winner, a man of faith, and a channel of revival. That God has called him to evangelism and revival ministry is evident.”

Andrew Gih membuktikan bahwa pemberitaan Injil dapat mengubah berbagai macam latar belakang manusia. Mulai dari dirinya sendiri yang bukan lahir dari keluarga Kristen bahkan tidak peduli dengan agama. Hingga, buah pelayanan yang kita lihat saat ini melalui Pdt. Stephen Tong, seorang yang meninggalkan iman Kristen, tetapi dimenangkan oleh Injil. Maka, apalagi yang kita tahan ketika memiliki Allah dan Injil-Nya yang hidup, yang sanggup mengubah hati dan arah hidup serta sejarah umat manusia?

Sumber Bacaan:

Sekilas KIN 2013 edisi 6. http://kin.stemi.id/sekilaskin

https://www.buletinpillar.org/artikel/andrew-gih-20th-century-chinese-revivalist

http://bdcconline.net/en/stories/andrew-gih

http://biokristi.sabda.org/andrew_gih

https://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia#Populasi_di_Indonesia

(Disadur oleh Sdri. Paulina)