Immortal, Invisible, God Only Wise

Abadi, Tak Terlihat, Hanya Tuhan Yang Bijaksana

Lirik

Smith, Walter Chalmers

(lahir 5 Desember 1824, Aberdeen, Skotlandia; meninggal 19 September 1908, Kinbuck, Perth)

Musik

Melodi Tradisional Welsh

Pernahkah kamu melihat matahari? Kedengarannya seperti pertanyaan konyol yang akan mendapat jawaban tak terelakkan, “Tentu saja!” Tetapi kenyataannya adalah bahwa kita hanya melihat cahaya yang dipantulkan oleh gas panas yang mengelilingi matahari, yang sebenarnya adalah bintang berukuran sedang yang tampak lebih besar karena kedekatannya dengan bumi. Pancaran gas itu sebenarnya menyembunyikan matahari. Dalam himnenya Walter Chalmers Smith menggunakan metafora ini untuk menjelaskan tentang Tuhan yang tidak bisa diduga, yang kemuliaan-Nya membuat-Nya “tidak terlihat” dan tidak dapat dipahami. Lirik himne ini didasarkan pada doksologi besar dalam 1 Timotius 1:17.

Allah sering disebut sebagai “terang” (Mazmur 27:1; 1 Yohanes 1:5), dan frasa “surya kebenaran” (Maleakhi 4:1) sering dikatakan sebagai bagian dari nubuat tentang Kristus . Himne tersebut menyatakan bahwa cahaya matahari memiliki sifat-sifat yang berbicara kepada kita tentang Allah (bait 2-3). Selanjutnya, sebagaimana matahari adalah sumber kehidupan jasmani, demikian pula Tuhan adalah sumber segala kehidupan, jasmani dan rohani (bait 3). Di bait terakhir, Smith mengingatkan bahwa para malaikat menutupi wajah mereka di hadapan Tuhan (Yesaya 6:2), karena, seperti Musa (Keluaran 33:20), mereka tidak dapat melihat kemuliaan Tuhan sepenuhnya.

Jika himne ini tidak familiar bagi jemaat, maka paduan suara dapat memperkenalkannya secara serempak, dengan jemaah bergabung dalam bait-bait yang tersisa.

D. P. H

Kerinduan Terdalam Hati Manusia

Kutipan oleh John Piper dari buku ‘Melihat dan Menikmati Yesus Kristus’ (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 4-5.

Kerinduan terdalam hati manusia adalah untuk mengenal dan menikmati kemuliaan Allah. Kita diciptakan untuk ini. “Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujungĀ  bumi… yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku,” sabda Tuhan (Yesaya 43:6-7). Untuk melihatnya, untuk menikmatinya, dan untuk menyatakannya – untuk itulah kita eksis. Rentang alam semesta yang tidak tertelusuri dan terpikirkan merupakan perumpamaan mengenai ‘kekayaan kemuliaan-Nya’ yang tidak pernah habis (Roma 9:23). Mata fisik dimaksudkan untuk berkata kepada mata rohani, “Bukan alam ini, melainkan Pencipta alam ini, yang adalah Kerinduan jiwamu.” Rasul Paulus berkata, “Kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Atau bahkan lebih tepatnya, ia berkata bahwa kita sedang “dipersiapkan untuk kemuliaan” (Roma 9:23). Karena inilah kita diciptakan – sehingga Ia “menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya” (Roma 9:23).

Kerinduan di dalam hati setiap manusia adalah kerinduan untuk ini. Tetapi kita menekannya dan merasa menyertakan Allah di dalam pengetahuan kita adalah hal yang tidak tepat (Roma 1:28). Karena itu seluruh ciptaan sudah jatuh ke dalam kekacauan. Contoh yang paling menonjol mengenai hal ini di Alkitab adalah kekacauan di dalam kehidupan seksual kita. Paulus berkata bahwa menukar kemuliaan Allah untuk hal lain adalah akar penyebab kekacauan homoseksual (dan heteroseksual) dari hubungan kita. “Isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam birahi merkea seorang terhadap yang lain” (Roma 1:26-27). Jika kita menukar kemuliaan Allah untuk hal yang lebih rendah, Ia akan membiarkan kita menghidupi sendiri perumpamaan kebobrokan manusia itu – pertukaran-pertukaran lain yang mencerminkan, di dalam penderitaan kita, kebangkrutan ultimat.

Maksudnya adalah ini: Kita diciptakan untuk mengetahui kemuliaan Allah dan menjadikannya harta kita di atas segalanya; dan ketika kita menukar harta itu dengan berhala, segala sesuatu menjadi kacau. Matahari kemuliaan Allah diciptakan untuk bersinar di tengah tata surya jiwa kita. Dan ketika itu terjadi, semua planet di dalam kehidupan kita berada di orbit yang seharusnya. Tetapi ketika matahari itu diganti, segala sesuatu menjadi terpencar. Kesembuhan jiwa dimulai dengan mengembalikan kemuliaan Allah ke tempatnya yang berkobar-kobar dan maha memesona di pusat kehidupan kita.

Kita semua lapar akan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan diri. Tidak seorang pun pergi ke Grand Canyon untuk meningkatkan harga diri. Mengapa kita pergi? Karena ada kesembuhan yang lebih besar bagi jiwa di dalam melihat keagungan daripada di dalam melihat diri. Dan kalau boleh dikatakan, apa yang lebih menggelikan di dalam alam semesta yang luas dan megah ini daripada seorang manusia, di atas debu bernama bumi ini, yang berdiri di depan cermin dan mencoba mencari signifikansi di dalam citra dirinya sendiri? Sungguh sangat menyedihkan bahwa inilah injil dunia modern.

Kemuliaan Allah dalam Alam Semesta

Kutipan oleh John Piper dari buku ‘Melihat dan Menikmati Yesus Kristus’ (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 3-4.

Alam semesta yang dicipta sepenuhnya berkaitan dengan kemuliaan. Kerinduan terdalam hati manusia dan makna terdalam sorga dan bumi terangkum dalam hal ini: kemuliaan Allah, dan kita diciptakan untuk melihatnya dan menikmatinya. Hal lain yang kurang dari itu berarti tidak mencapai tujuannya. Karena itulah dunia menjadi tidak teratur dan disfungsional seperti sekarang ini. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan hal-hal lain (Roma 1:23). “Langit menceritakan kemuliaan Allah” (Mazmur 19:2). Itulah mengapa semua alam semesta eksis. Semuanya berkaitan dengan kemuliaan. Teleskop Angkasa Hubble mengirim gambar-gambar infra merah dari galaksi jauh yang tampak redup yang mungkin letaknya dua belas miliar tahun cahaya (dua belas miliar dikali enam triliun mil). Bahkan di dalam Galaksi Bima Sakti kita ada bintang-bintang yang begitu besar sehingga sulit dideskripsikan, seperti Eta Carinae, yang lima juta kali lebih terang daripada matahari kita. Kadang-kadang orang-orang sulit mengaitkan keluasan alam semesta yang luar biasa ini dengan manusia yang terlihat tidak signifikan. Alam semesta memang membuat kita teramat kecil. Tetapi makna kebesaran ini bukan mengenai kita. Kebesaran ini adalah mengenai Allah. “Langit menceritakan kemuliaan Allah,” kata Kitab Suci. Alasan untuk “membuang” begitu banyak ruang di alam semesta untuk menjadi rumah bagi umat manusia yang begitu kecil adalah untuk menyatakan tentang Pencipta kita, bukan tentang kita. “Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat” (Yesaya 40:26).