We Worship and Adore You

Kami menyembah dan memuja-Mu

Lirik dan musik: Anonim

Menyembah Allah berarti secara terbuka menyatakan betapa berharganya Allah, kuasa-Nya yang dahsyat, dan belas kasihan-Nya yang murah hati. Ketika kita “menyembah dan memuja,” kita mengatakan kepada Allah bahwa Dia adalah yang pertama dalam kehidupan kita, Dia adalah yang tertinggi dalam penilaian kita dan komitmen kita, Dia adalah tujuan utama dari kasih dan pengabdian kita. Semua hal lain dalam kehidupan — orang, harta, dan tujuan — dianggap kurang penting dibanding kemuliaan dan pemujaan Allah. Ini adalah tanggapan yang pasti terhadap perintah, “kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap pikiranmu” (Matius 22:37), di mana Yesus menegaskan nasihat kuno dari Ulangan 6:5.

Selama berabad-abad ketika umat Allah menyadari pentingnya ibadah sejati, mereka memperlihatkan rasa hormat kepada Sang Pribadi Kekal dengan membungkuk secara fisik. Kepala tertunduk, lutut yang bertelut adalah tanda terlihat bahwa jiwa yang rendah hati dan penuh sesal mengalami kekhidmatan dan kekaguman di hadirat Allah. Selain itu, tanda yang dapat didengar dari pemujaan kita adalah nyanyian pujian sewaktu kita melafalkan sifat-sifat dan pekerjaan Allah serta berikrar untuk taat kepada tujuan-Nya.

Terdengar suara Haleuya lagi. Kata sukacita dan kemenangan akhir ini tidak dapat dinyanyikan terlalu sering ketika itu mencerminkan hati yang berkomitmen kepada Allah. Dipahami dengan benar, lagu sederhana yang singkat ini termasuk dalam ibadah bersama dan hendaknya membantu kita berfokus pada keajaiban keselamatan kita. Lagu ini dapat dinyanyikan setelah doa pujian pembuka, dimulai dengan tenang pada awalnya dan kemudian meningkat dalam semangat dan volume.

Mengasihi Allah, Menaati-Nya, dan Memperkenalkan-Nya

Kutipan oleh D. A. Carson yang diambil dari buku “Kasih di Tempat-Tempat yang Sulit” halaman 22-23.

Apa yang dimaksud [Ul. 6:1-9] adalah bahwa mengasihi Allah tidak dapat dipisahkan dari takut akan Allah dan menaati-Nya. Di satu sisi, menaati Allah ini berarti menaati perintah-perintah-Nya, dan perintah khusus yang ditekankan di sini adalah perintah untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Di sisi lain, jika seseorang sungguh-sungguh mengasihi Allah, kasihnya itu akan menjadi kekuatan pendorong untuk menaati-Nya sepenuhnya – dan dalam konteks ini, menaati-Nya sepenuhnya akan membawa serta kewajiban dan privilese untuk merenungkan firman-Nya dan sungguh-sungguh berkomitmen untuk meneruskannya kepada generasi berikutnya. Karena bagaimana bisa seseorang sungguh-sungguh mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan, tetapi tidak ingin memperkenalkan-Nya, khususnya kepada anak-anaknya sendiri? Karena itu, pengabaian dalam hal ini bukan hanya merupakan ketidaktaatan, tetapi juga kurangnya kasih kepada Allah.

Jangan Melupakan Tuhan

“Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini” (Ulangan 8:11)

 

Saat perintah ini diucapkan oleh Musa, bangsa Israel masih mengembara di padang gurun. Mereka belum menyeberangi sungai Yordan untuk mengambil tanah Kanaan. Firman Tuhan ini diberikan kepada mereka sebagai peringatan. Sebelum bangsa Israel berdosa dan melupakan Tuhan di tanah perjanjian, Tuhan sudah memperingatkan mereka terlebih dahulu. Sama seperti Allah memberikan peringatan kepada Kain yang sudah marah di dalam hatinya (Kejadian 4:7), demikian pula Allah memberikan peringatan kepada bangsa Israel sebelum mereka merebut tanah Kanaan. Peringatan ini masih berbicara kepada orang Kristen masa kini.

 

Continue reading “Jangan Melupakan Tuhan”