Kedaulatan Uang vs Kedaulatan Allah

Uang menjadi berharga bukan karena uang itu sendiri. Uang menjadi berharga karena uang bisa ditukar dengan barang atau jasa yang kita anggap berharga. Uang menjadi berharga juga karena dianggap bisa menjamin masa depan kita. Selain itu, uang bisa memberikan pemiliknya kuasa. Scarface berkata: ‘In this country, you gotta make the money first. Then when you get the money, you get the power’ (terjemahan bebas: di negara ini, engkau harus mencari uang terlebih dahulu. Ketika engkau sudah mendapatkan uang, engkau mendapatkan kuasa). Banyak negara ingin menjadi kaya, mungkin bukan demi kesejahteraan rakyatnya tetapi demi mendapatkan kekuasaan yang melebihi negara-negara lain. Orang-orang kaya disegani bukan karena banyaknya barang yang ia miliki tetapi karena kekuasaan yang ia raih melalui uangnya.

Selain kuasa, uang bisa memberikan pemiliknya kebebasan untuk memilih. Orang kaya bisa memilih untuk tetap kaya atau menjadi miskin, sedangkan orang miskin seringkali tidak bisa memilih untuk menjadi orang kaya. Orang kaya bisa memilih makanan yang ia suka, namun orang miskin hanya bisa memilih makanan yang baginya terjangkau. Orang kaya bisa memilih di mana ia mau tinggal dan berapa besar rumah yang ia mau tempati, namun orang miskin tidak demikian.

Tidak ada orang yang mencari uang demi uang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang berbuat demikian, maka kemungkinan ia tidak waras. Orang-orang mencari uang demi mendapatkan apa yang uang itu bisa berikan. Kedaulatan uang tampak begitu besar, bahkan seolah lebih besar daripada kedaulatan Allah. Banyak orang Kristen tertipu sehingga mereka berpikir bahwa Mamon lebih berkuasa daripada Yesus. Namun Allah berkata: Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam (Hagai 2:9). Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dialah yang memiliki semuanya. Allah-lah yang berkuasa memberikan kekayaan kepada siapapun juga. Ayub 42:12 TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. 1 Raja-Raja 3:13  Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja.

Pertanyaan Renungan: sudahkah kita menyadari bahwa uang berada di bawah kuasa Allah? Sadarkah kita bahwa Allah-lah yang memberikan dan mengambil segala sesuatu termasuk harta?

Manusia Berdosa yang Bebas Namun Tidak Mampu Berbuat Baik

Kutipan oleh G. I. Williamson yang diambil dari buku “Katekismus Singkat Westminster 1” (Surabaya: Momentum, 2006) halaman 99-100.

Ada sebagian orang yang tidak menyukai doktrin yang mengajarkan ketidakberdayaan mutlak manusia dari dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik ini. Mereka berkata bahwa jika ajaran ini benar, maka itu berarti manusia tidak memiliki suatu kebebasan yang riil. Kesalahan yang dibuat orang-orang sedemikian adalah bahwa mereka ini tidak membuat pembedaan yang seharusnya antara kebebasan dan kemampuan. Kedua hal ini tidaklah sama, meski selama ini orang menganggapnya demikian. Istilah kebebasan berarti tidak adanya keharusan (atau paksaan) eksternal (atau dari luar). Jika seseorang diizinkan untuk melakukan apa pun yang dikehendaiknya, kita dapat menyebutnya bebas. Namun seorang manusia tidak selalu mampu melakukan sesuatu yang bebas dilakukannya. Manusia memiliki kebebasan untuk terbang, tetapi kenyataannya mereka tidak dapat terbang samapi mereka menemukan pesawat terbang. Allah bebas melakukan apa saja yang diinginkan-Nya, tetapi Ia tidak dapat berdusta. Allah tidak dapat berdusta karena Dia dikendalikan oleh natur-Nya sendiri. Allah itu kudus, dan oleh karena itu, Dia tidak dapat berdusta. Namun itu juga alasan mengapa manusia tidak mampu melakukan sesuatu yang baik (jika belum dilahirbarukan oleh Roh Kudus). Manusia bebas melakukan apa yang baik – tidak ada seorang pun yang memaksanya untuk melakukan yang jahat – namun ternyata ia tidak mampu melakukan yang baik. Natur batinnya yang jahat mencondongkan dirinya untuk melakukan kejahatan. “Dapatkah seorang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengganti belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?” (Yer. 13:23).