John Elliot

Tahun kabisat, 29 Februari 1704, terjadi peristiwa yang mendapat tempat yang sensasional di koran-koran di New England. Di Deerfield, Massachusetts, sekelompok orang Indian menyerang pemukiman orang Inggris di sana. Membunuh empat puluh Sembilan orang, yang laki-laki dikuliti kepalanya, dan membawa kembali seratus sebelas orang sebagai tawanan ke tempat perkembahan mereka di Utara.

Seratus tahun sebelumnya, pada Tahun Kabisat yang lain, pada tanggal 5 Agustus 1604, John Eliot lahir di keluarga Kristen yang bergereja di wilayah St John the Baptist, Widford, Herts. Ayahnya adalah seorang petani pemilik lahan yang digambarkan sebagai orang yang baik dan sangat merawat dengan baik baik tanah barang-barang miliknya bahkan keluarganya sendiri.

Di usia yang sangat dini, John Eliot sangat mengerti hidup rajin dan berhemat. Kerajinan, kesederhanaan dan penghematan dan menjadi tetangga yang baik menjadi hal yang sangat diingat oleh orang-orang yang mengenalnya.

Ayahnya mewariskan kepadanya keuntungan yang diperoleh, agar ia bisa masuk ke universitas. Dan ia pun berhasil masuk dan menerima pendidikan di Cambridge. Di dalam kehidupannya, sejak kecil, ia menerima didikan religius dari lingkungan Puritan. Dibawa dengan setia ke Gereja dan diberi katekisasi dan pelajaran oleh pendeta setempat. Mungkin sekali keluarganya menganut pandangan Puritan. Pelayanan Firman Allah ditangani oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi dan saleh. Demikianlah sekilas kehidupannya sebelum ia melangkahkan kaki ke pendidikan selanjutnya di Universitas Cambridge.

Ia menyelesaikan kuliah dalam empat tahun dan mendapat gelar Bachelor of Art. Selama masa kuliahnya, ia memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam hal belajar. Bahkan dalam diskusi tentang agama dengan pemuda-pemudi di sana. Topik yang menjadi perhatian praktis di Inggris masa itu. Dalam kepandaian yang dimilikinya, namun ia begitu setia dengan Kitab Suci. Dia sangat tertarik dengan bahasa Ibrani dan Yunani.

Tahun 1631, Elliot memulai mengabarkan Injil di benua Amerika menggunakan kapal Lyon bersama tunangannya. Tiba di sana, ia berhadapan dengan penduduk asli berkulit merah yang hidup secara primitif, berpakaian minim, tinggal di gubuk, berburu dan hidup berpindah-pindah. Hampir tidak pernah memikirkan kehidupan setelah kematian dan hidup jauh dari agama yang mereka punya. Hal ini membuat kesadaran pada John, bagaimana jauh berbedanya orang yang hidup di sana dengan di perguruan tinggi Cambridge.

 

Ia bertugas secara resmi di Congregational Church di Roxbury, menikah dengan tunangannya dan melayani di bulan November 1632. Di sana ia melaani sampai akhirnya meninggal juga di sana. Baginya, khotbah dan praktek adalah dua sisi mata uang yang sama.

Elliot sangat memikirkan apa yang dikerjakannya untuk tujuan mengajarkan Firman Allah dalam nyanyian dan bukan merangsang telinga dengan irama yang manis. Dalam masa hidupnya bahkan dua puluh tahun setelah meninggalkan Universitas, pembacaan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam bahasa asli menjadi bekalnya dalam elayani di ladangnya. Tahun 1640, buku pertama yang lengkap dicetak di New England. Yaitu, The Whole Book of Psalms yang digunakan Elliot dalam pelayanannya.

Tahun 1644, ia memberikan perhatian kepada studi dialek Algonquin. Ia belajar bahasa yang dipakai orang Indian ini dari seorang pemuda, yang ia ajari cara hidup yang lebih beradab.  Ia menghasilkan buku Key Into the Language of America. Tentu hal ini dilakukannya untuk dapat mengabarkan Injil kepada orang Indian. Di usianya yang ke-40 tahun, ia mempelajari bahasa ini semakin dalam dan perlahan-lahan menerjemahkan 10 Hukum Taurat, Doa Bapa Kami dan lain-lain.

Pekerjaan Elliot kepada orang Indian, dimulai dengan kecurigaan yang besar kepada orang kulit putih. Dibutuhkan keberanian, tujuan yang terfokus, kebijaksanaan, kesungguhan yang besar dan kesabaran yang tiada batasnya untuk memenangkan orang-orang primitif ini bagi pengenalan akan Kristus, dan sebagai konsekuensinya, penerimaan atas banyak hal yang telah mereka asosiasikan dengan hidup para penyerobot.

Ia memperjuangkan kehidupan orang suku Algonquina dalam hal hak memiliki tanah yang cukup. Perpindahan orang kulit putih ke wilayah mereka, membuat mereka sulit untuk hidup karena wilayah berburu mereka semakin kecil, tanah yang didapatpun tidak subur.

Tahun 1646, Ia dan rekan-rekannya mulai membuat traktat dan tahun 1647 menerbitkannya. Di dalam traktat tersebut, ia pun mengajarkan mereka untuk hidup beradab dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan primitive dan ritual-ritual mistis mereka.

Selain menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa suku Indian, ia juga memperjuangkan suku Indian ini untuk membangun kota dan meninggalkan hidup berpindah-pindah. Ia memperjuangkan penerjemahan buku-buku rohani, katekisasi dalam bahasa Algonquin. Tuhan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya.

Dipengaruhi didikan rohani dari lingkungan Puritan, Eliot pun sadar bahwa pertumbuhan spritiual orang-orang Indian ini menjadi bagian yang penting untuk mendapatkan perhatian. Buku-buku spiritual yang baik, ia terjemahkan ke dalam bahasa lokal. Misal, Call to the Unconverted, Practice of Piety, The Sincere Convert. Ia pun mewariskan sejumlah tanah untuk kaum tersebut sebagaimana yang ayahnya berikan. Hal ini dengan tanah 3200 m2 untuk sebuah sekolah. Untuk mendidik orang-orang kota itu.

Pelayanan dan dedikasinya terhadap wilayah tersebut. Selama empat puluh tahun pelayanannya, Eliot me

mainkan peranannya dalam petualangan akbar dari misi Indian yang pertama. Tulisan-tulisannya hidup. Edisi pertamanya hampir tak ternilai harganya, bahkan yang lebih tak ternilai adalah teladan yang diberikannya, bahwa dari pekerjaan orang yang berhati sederhana utnuk Tuhan yang “setelah ia melayani gereasinya sendiri karena kehendak Allah, ia jatuh tidur.” John Eliot pun diberikan julukan “Rasuk bagi orang Indian.”

Sosok seorang John Eliot dalam kepandaiannya yang tinggi, namun kehidupan yang saleh, membuatnya justru menjadi seorang yang pula menjadi berkat yang besar. Kepintarannya dan kecintaannya dalam mempelajari bahasa, kecintaannya akan panggilan Tuhan terhadap bangsa Indian dan kesanggupannya dalam menyangkal diri, membuatnya dipakai oleh Tuhan dengan sedemikian berlimpah. Kiranya dari kisah hidupnya yang nyata ini, menjadi satu dorongan bagi kita untuk merenungkan panggilan Tuhan terhadap kita. Bukan untuk memulainya saja, tetapi untuk bertahan menjalaninya serta berjuang untuk memperkembangkannya.

John Eliot: Rasul Bagi Orang Indian. Seri Misionaris Perintis – Buku Momentum

(Diringkas oleh Paulina Prasetyo)