Baik menurut Siapa?

Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. (Hakim-hakim 21:25)

Suatu kali Adit bertanya kepada Budi “apakah kita boleh berbohong?” Budi menjawab “tidak boleh.” Namun Adit bertanya lagi “apakah kita boleh berbohong kepada teroris agar misi mereka gagal?” Budi mulai merenungkan kembali konsepnya tentang boleh atau tidaknya berbohong. “Untuk kasus itu, boleh” jawab Budi. Adit bertanya lagi “jadi menurutmu bohong itu boleh dalam kasus-kasus tertentu?” Budi menjawab “kurasa demikian.” Adit bertanya lagi “bolehkah kita berbohong demi tujuan yang baik, seperti membohongi teroris tadi?” Budi mulai kebingungan “bingung ah, dulu aku belajar kalau bohong itu pasti salah, tapi sepertinya ada bohong yang baik, tapi aku tidak tahu pastinya yang baik itu seperti apa.”

Carlos menghampiri mereka dan menyapa Adit dan Budi yang sedang berdiskusi. Adit menanyakan hal yang sama kepada Carlos dan kemudian ia menjawab “bagaimanapun juga, bohong itu pasti salah.” Budi protes “jadi kamu mau jujur dan membantu teroris?” Carlos dengan sedikit marah menjawab “enak saja, aku tidak mau menolong teroris.” Budi bertanya “tapi kamu mau jujur kepada teroris?” Carlos menjawab “aku tidak mau membantu teroris, tapi berbohong itu pasti salah. Aku tidak tahu harus bertindak seperti apa dalam kasus demikian.”

 

Percakapan di atas patut kita renungkan. Budi berpendapat bahwa berbohong itu boleh dalam kasus tertentu sedangkan bagi Carlos berbohong dalam kasus apapun pasti salah. Kita mungkin sekali merenungkan; “siapakah yang benar?” Namun zaman ini, dimana relativisme sudah diadopsi oleh banyak orang, akan menjawab “semuanya benar, tidak ada yang salah. Pertanyaan sebenarnya adalah ‘baik menurut siapa?'”

Relativisme menyatakan bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Alkitab tidak dianggap sebagai standar kebenaran yang mutlak sehingga boleh diabaikan. Ini adalah hal yang sangat amat berbahaya. Di zaman hakim-hakim, setiap orang dari bangsa Israel memegang standar kebenaran dan kebaikannya sendiri. Firman Tuhan tidak dianggap mutlak dan tertinggi. Hal ini menyebabkan kekacauan di Israel, bahkan mereka sampai hampir memunahkan satu suku dari bangsa Israel. Dunia di zaman ini pun sedang berada di dalam kekacauan karena manusia sudah memberontak terhadap Allah dan menentukan standar kebenaran dan kebaikannya sendiri.

Solusinya tidak lain adalah pertobatan. Setiap orang harus kembali kepada firman Tuhan untuk menemukan standar kebenaran yang sesungguhnya, yang memimpin kepada kehidupan. 2 Timotius 3:16 berkata “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Ketika manusia menjauh dari Sang Kebenaran itu dan menetapkan kebenarannya sendiri, manusia hanya akan menemukan kepalsuan, kekacauan, dan kematian. Yesus Kristus sudah datang ke dalam dunia untuk mengembalikan orang-orang berdosa kepada Sang Kebenaran itu. Maukah kita menerima ajakan-Nya dan kembali melihat kepada kebenaran yang sesungguhnya?